REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan wakil ketua MPR RI Hajriyanto Y Thohari mengatakan jangan ada lagi penerbang hebat yang tewas karena insiden jatuhnya pesawat yang terbilang tua seperti Hercules C-130 di Medan, Sumatra Utara.
"Rugi besar mencetak sekian kapten dan meninggal hanya karena pesawatnya tua. Mendidik penerbang apalagi sekelas kapten itu berbiaya mahal. Mereka diambil dari sepuluh terbaik, dididik kurang lebih tiga tahun, pangkat mereka ada yang kapten tentu kita kehilangan miliaran rupiah," kata Hajriyanto di Jakarta, Rabu (1/7).
Tertundanya peremajaan alutsista, kata dia, justru akan membuat negara semakin rugi. Kerugian itu bukan hanya untuk sektor pertahanan negara, tetapi sumber daya manusia yang terancam jiwanya karena alutsista yang uzur dan membahayakan.
Menurut Hajriyanto, pemerintah seolah menyepelekan peremajaan alat utama sistem persenjataan (alutsista), terutama untuk pesawat kargo semacam Hercules. Tanpa peremajaan, kata dia, justru akan membahayakan para SDM penerbang lainnya yang telah lama dididik dan diproyeksikan sebagai bagian penting Angkatan Udara.
Hajriyanto mengatakan saat dirinya duduk sebagai anggota Komisi I DPR pernah mendesak pemerintahan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar meremajakan alutsista, termasuk membeli yang baru. Tetapi, saat itu hingga sekarang politik anggaran untuk alutsista memang belum ke arah yang lebih baik.
"Saat itu Hercules kita hanya ada 13 dan empat yang berfungsi secara kanibalisme. Saat di Komisi I kami berupaya mendesak adanya peremajaan alutsista," katanya.
Pesawat tipe Hercules, kata dia, memiliki masa pemeliharaan yang cukup lama. Tetapi kebutuhan pesawat kargo tersebut terbilang tinggi di Indonesia.
"Tergantung pemeliharaan yang baik. Jumlah pesawat sedikit, masa pelihara sedikit. Hercules tua yang jatuh itu tidak ada waktu untuk pemeliharaan. Termasuk untuk overhaul (turun mesin) yang butuh waktu 6-12 bulan. Secara kuantitas dan kualitas alutsista harus diremajakan sesegera mungkin," katanya.