Kamis 02 Jul 2015 14:35 WIB

Ratusan Gerilyawan dan Prajurit Militer Tewas di Mesir

Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara.
Foto: AP Photo
Militer Mesir berpatroli di kawasan Sinai utara.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Serangan militer Mesir menewaskan 100 gerilyawan di Sinai Utara, sementara 17 prajurit militer gugur dan 13 lagi cedera dalam bentrokan, Rabu (1/7), kata Angkatan Bersenjata Mesir dalam pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita MENA.

Pernyataan tersebut dikeluarkan beberapa jam setelah gerilyawan fanatik melancarkan serangan besar terhadap beberapa pos militer di Sinai Utara, yang berbatasan dengan daerah Palestina, Jalur Gaza, dan Israel.

"Anasir Angkatan Bersenjata di Sinai Utara melalui kerja sama dengan Angkatan Udara memburu gerilyawan, menghancurkan tempat mereka berkumpul, menewaskan sedikitnya 100 anasir teror, melukai banyak lagi dan menghancurkan 20 kendaraan yang digunakan oleh gerilyawan," kata pernyataan itu.

Masih pada Rabu, pasukan keamanan menewaskan sembilan petempur fanatik yang dicari, termasuk tokoh Ikhwanul Muslimin, dalam baku-tembak di satu apartemen di lantai 6 di Kabupaten Oktober di Giza, dekat Kairo, Ibu Kota Mesir.

Kementerian Dalam Negeri menyatakan gerilyawan bersenjata melepaskan tembakan ke arah polisi dan berusaha melarikan diri, "sehingga memaksa personel Angkatan Bersenjata terlibat baku-tembak melawan mereka sampai menewaskan mereka semua", demikian laporan Xinhua. Polisi, katanya, menyita tiga senapan mesin dan amunisi dari gerilyawan tersebut.

Sementara itu, kelompok Ikhwanul Muslimin, yang saat ini dimasukkan ke dalam hitam sebagai "organisasi teroris", pada Rabu mengatakan di dalam satu pernyataan di jejaring resminya anggota yang dibunuh "tak bersenjata". Mereka, menurut Ikhwanul Muslimin, ditahan di satu apartemen dan "dibunuh dengan darah dingin tanpa pemeriksaan".

Kelompok terlarang menyatakan Ikhwanul Muslimin menolak pembunuhan tersebut dan kekerasan di Sinai serta tempat lain dan menyatakan pemimpin Mesir "bertanggung-jawab atas konsekuensinya".

Bentrokan berdarah itu terjadi sehari setelah peringatan kedua protes massa 30 Juni, yang berakhir dengan tergulingnya presiden Mohammed Moursi dari kubu Islam oleh militer pada awal Juli 2013.

Setelah pembunuhan Jaksa Agung Hesham Barakat dalam satu pemboman mobil pada Senin (29/6), pemimpin negeri tersebut telah mendesak prosedur hukum yang lebih keras terhadap gerilyawan yang dituduh melakukan kerusuhan dan aksi teror.

Pada Rabu pagi, Kabinet Mesir menyetujui satu paket rancangan peraturan "untuk mewujudkan pembalasan yang cepat dan adil bagi syuhada kita", termasuk rancangan peraturan anti-teror.

"Kabinet mengkonfirmasi dukungan penuhnya bagi Angkatan Bersenjata dan polisi dalam prosedur yang mereka lakukan untuk memerangi teror, dan kami yakin upaya mereka akan menghapuskan aksi teror," kata Kabinet Mesir di dalam satu pernyataan pada Rabu.

Pemerintah Mesir juga berikrar, "Semua langkah diplomatik dan hukum akan dilancarkan untuk mencegah dan mengungkap mereka yang bertanggung-jawab atas aksi teror ini."

Selama 24 jam terakhir, pasukan keamanan menangkap sedikitnya 56 anggota dan pengikut kelompok terlarang Ikhwanul Muslimin, kubu asal Moursi. Mereka dituduh melakukan kegiatan teror dan kekerasan di seluruh negeri trsebut, demikian isi pernyataan dari Kementerian Dalam Negeri.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement