REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Tim Litbang Kementrian Agama RI Bidang Kehidupan Keagamaan tahun 2013
JAKARTA -- Keadaan sosial kemasyarakatan di Indonesia sangatlah dinamis. Hal ini mungkin saja disebabkan karena posisi geografis Indonesia yang strategis, sehingga alur masuknya budaya luar menjadi sebuah keniscayaan. Sudah pasti keadaan demikian berimplikasi pada setiap aspek kehidupan sosial masyarakat, seperti kondisi politik, ekonomi, dan budaya yang mengalami proses adaptasi dengan keadaan tersebut.
Tim Litbang Kementrian Agama RI Bidang Kehidupan Keagamaan taun 2013 melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui sumber potensi konflik bernuansa keagamaan di wilayah Indonesia bagian Barat, mengetahui potensi daya perekat pencegah dan pemelihara kerukunan umat beragama dan memahami mekanisme pengelolaan (manajemen) konflik bernuansa keagamaan yang dilakukan oleh komunitas di wilayah Indonesia bagian Barat.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, studi kasus sebagai metode dalam memahami pokok permasalahan penelitian. Teknik pengambilan data menggunakan wawancara terhadap informan yang berasal dari Kanwil Agama Propinsi, tokoh agama, tokoh masyarakat.
Temuan Penelitian
Wilayah Jawa Barat – kota Bandung
1. Sumber potensi konflik bernuansa keagamaan dikategorikan pada tiga hal:
Warisan ideologi gerakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII).
Urbanisasi memberikan pengaruh pada dinamika sosial keagamaan.
Perubahan sosial juga turut memberikan pengaruh pada dinamika sosial keagamaan.
2. Daya perekat yang dapat mencegah terjadinya konflik bernuansa keagamaan terletak pada falsafah kebudayaan “silih asah – silih asih – silih asuh”. Selain itu masyarakat Sunda dikenal sebagai masyarakat yang someah ke semah (menghargai orang lain yang datang ke daerahnya). Juga terdapat inisiatif masyarakat dalam membangun komunikasi antar kelompok yang berbeda agama, dan ini dibuktikan dari lahirnya Jaringan Kerja Antarumat Beragama (Jakatarub).
3. Mekanisme pengelolaan konflik keagamaan menggunakan 3 pendekatan yakni dialog teologis, partisipasi dalam kebudayaan, dan pengembangan media sebagai wahana perdamaian.
Wilayah Jawa Barat – kabupaten Bekasi
1. Kasus pendirian rumah ibadah (gereja) menjadi sumber potensi kerawanan konflik keagamaan di kabupaten Bekasi.
2. Daya perekat menjaga kestabilan pemeliharaan kerukunan umat beragama di wilayah sasaran adalah adanya kesadaran pihak-pihak terkait akan dampak dari terjadinya konflik keagamaan.
3. Mekanisme pengelolaan konflik keagamaan dalam pendirian HKBP kecamatan Setu dimulai dari inisiatif FKUB kabupaten Bekasi dan kemudian dilanjutkan kepada koordinasi dengan pihak-pihak terkait dengan pendirian rumah ibadah, seperti Pemda, Kecamatan, Kelurahan, RT, RW, dan perwakilan warga.
Wilayah Sumatera Barat – kota Padang
1. Sumber potensi konflik bernuansa keagamaan kurang jelas terlihat.
2. Daya perekat yang dapat mencegah konflik keagamaan adalah pelestarian nilai-nilai kebudayaan Minangkabau melalui peranan organisasi LKAAM (Lembaga Kerapatan Adat Alam Minangkabau).
3. Mekanisme pengelolaan konflik keagamaan dimulai dari inisiatif FKUB dan jajaran Pemda, disertai dengan perannya“Tungku Tigo Sajarangan” yang terdiri dari; Ninik-Mamak, Alim Ulama,dan Cadiak Pandai membangun musyawarah baik sebelum terjadi konflik, maupun setelah konflik berlangsung.
selanjutnya...