Jumat 03 Jul 2015 13:13 WIB
Engeline Tewas

Pengacara: Tersangka Pembunuhan Engeline Sehat dan tanpa Tekanan

Rep: Mutia Ramadhani/ Red: Karta Raharja Ucu
Aksi 1.000 lilin untuk Engeline di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (11/6) malam.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Aksi 1.000 lilin untuk Engeline di Bundaran HI, Jakarta, Kamis (11/6) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, DENPASAR -- Haposan Sihombing, pengacara Agus, tersangka pembunuh Engeline Margriet Megawe (Angeline), menyatakan kondisi kliennya saat ini sangat sehat dan tanpa tekanan apapun. Agus juga mampu menjawab seluruh pertanyaan penyidik dalam tiga kali pemeriksaan terakhir, yaitu 17 dan 20 Juni, serta 3 Juli dengan jawaban konsisten.

"Tidak ada keterangan baru dari Agus, hanya pengulangan saja. Polisi juga sangat netral. Tidak ada paksaan," kata Haposan, Jumat (3/7).

Secara umum, Haposan menilai Agus hanya sekali saja mengubah pengakuannya, yaitu dari semula mengaku pembunuh menjadi bukan pembunuh. Sebelumnya Agus selalu mengaku berada di bawah ancaman Margriet jika mengungkapkan hal sebenarnya.

Pada 24-25 Mei -lebih dari sepekan Engeline dikuburkan-, Margriet pernah menuduh Agus memukul anjingnya. Wanita yang sudah dua kali menikah itu kemudian mengambil kelewang (senjata tajam sejenis golok atau parang) dan mengancam Agus supaya tak membuka rahasia.

"Margriet bilang kepada Agus, 'Kamu jangan buka rahasia. Saya yang mati, kamu yang mati, atau kita sama-sama mati'. Kata-kata seperti itu selalu diulang Margriet, khususnya setiap kali Agus bolak-balik Polsek Denpasar Timur ketika dimintai keterangan soal hilangnya Angeline, padahal Angeline sudah dibunuh," ujar Haposan.

Pria asal Sumba, Nusa Tenggara Timur ini juga pernah diancam melalui SMS dan telepon, jika ia akan dibunuh di Bali jika mencoba membocorkan rahasia. Setelah Agus dipertemukan dengan ibu dan kakaknya, Agus baru mengubah berita acara perkara (BAP). Atas pengakuannya ia tidak membunuh Angeline, tapi diperintahkan mengubur jenazah Angeline oleh Margriet.

Supaya kondisi psikologi Agus lebih tenang, Agus juga mendapat pendampingan dua orang pendeta dari gereja di Bali. Keduanya adalah Ferdinand Ludji (40 tahun) yang aslinya berasal dari Sumba Tengah, dan I Gusti Made Alit Puria (53) dari Tabanan.

Ferdinand mengaku dirinya merasa terpanggil untuk mendampingi Agus secara rohani supaya Agus berkata jujur. Apalagi, mereka berdua sama-sama berasal dari Sumba. "Supaya dia (Agus) bisa menyampaikan pengakuan secara jujur dari hati nuraninya, bukan karena hal lain," kata Ferdinand.

Ferdinand dan Puria datang juga atas inisiatif lembaganya, Gereja Kristen Protestan Bali yang bekerja sama dengan Gereja Kristen Protestan Sumba.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement