Jumat 03 Jul 2015 19:21 WIB

Masjid Agung Palembang Saksi Penyebaran Islam di Sriwijaya

Masjid Agung Palembang
Foto: Bimas.com
Masjid Agung Palembang

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin di Kota Palembang, Sumatera Selatan, merupakan masjid terbesar dan tertua, sebagai bukti sejarah penyebaran Islam di Bumi Sriwijaya itu.

Masjid Agung Sultan Mahmud Badaruddin atau Masjid Agung Palembang yang dibangun pada 1738 oleh Sultan Mahmud Badaruddin I, adalah bagian dari peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam, kata H Kemas Abdul Hamid, pengurus masjid tersebut, Jumat Malam.

Menurut dia, masjid agung yang merupakan bagian dari Kesultanan Palembang Darussalam ini berada di utara Istana di Belakang Benteng Kuto Besak, atau berdekatan dengan Sungai Musi kawasan 19 Ilir pusat Kota Palembang.

Sementara, konsep bangunan masjid memadukan keunikan arsitektur Eropa dan Tiongkok serta kebudayaan Melayu, terdiri atas dua bangunan utama, di mana bangunan pertama masjid berbentuk persegi empat berukuran 30 meter X 60 meter dengn luas 1.080 meter persegi, serta atapnya berbentuk limas melengkung dan lancip.

Sedangkan pada bangunan kedua dapat dilihat dari rupa jendela yang besar dan tinggi, pilar-pilar berukuran besar pada saat memasuki masjid memberi kesan kokoh penampilan khas Eropa.

Menurut dia, kesultanan Palembang Darussalam berperan penting dalam penyebarkan Islam hingga pelosok negeri. Bahkan Islam menjadi agama negara dan terus berkembang menjadi pusat kajian agama Islam melahirkan para ulama besar dalam menyebarkan siar Islam di masyarakat.

Ia menjelaskan, bangunan yang pertama kali adalah bangunan di depan menjadi masjid pertama dibangun oleh Sultan Mahmud Badaruddin I dan dahulu semua berbentuk kayu, sementara sisi kanan kirinya telah mengalami renovasi untuk pengembangan.

Pada tahun 2003 dan 2009 masjid agung ini ditetapkan sebagai Masjid Nasional menjadi salah satu cagar budaya yang dilindungi oleh pemerintah, karena memiliki peran penting sejarah besarnya siar Islam di Bumi Sriwijaya, katanya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement