REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Pengamat perlindungan anak dari Lembaga Investigasi Studi Advokasi Media dan Anak (Lisan) Sulawesi Selatan, Rusdin Tompo mengatakan hingga saat ini belum terbangun sistem pelaporan mengenai kasus kekerasan terhadap anak.
"Kalau pun masyarakat melihat kekerasan terhadap anak terjadi di lingkungan mereka, mereka bingung harus melapor ke mana. Jika dilaporkan ke Polisi misalnya, masyarakat masih beranggapan berurusan dengan Polisi itu menyulitkan atau mereka takut berhadapan dengan Polisi," kata Rusdin saat ditemui di Makassar, Ahad (5/7).
Rusdin mengatakan, belum adanya sistem pelaporan yang baik ini turut melanggengkan kekerasan terhadap anak karena menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya pembiaran kasus kekerasan terhadap anak. Padahal, kata dia, masyarakat di lingkungan sekitar anak turut berperan penting dalam upaya mencegah jatuhnya korban anak melalui deteksi dini kekerasan yang terjadi pada anak.
"Kasus-kasus seperti Engeline bisa dicegah jika saat orang-orang di sekelilingnya menyadari ada yang tidak beres dengan anak tersebut, mereka bisa langsung melaporkannya," ujarnya.
Ia juga menjelaskan bahwa deteksi dini kekerasan terhadap anak dapat dilakukan dengan mengenali jenis luka yang diderita anak. "Jika luka atau memar terdapat di jidat, tangan, atau lutut, kemungkinan anak terjatuh. Luka di betis, bokong, atau punggung biasanya karena cambukan, jika di pipi, hidung, atau mulut karena pukulan atau tamparan, dan luka pada organ genital pada kasus-kasus kekerasan seksual," kata dia.
Kesadaran masyarakat mengenai kasus-kasus kekerasan terhadap anak yang terjadi di sekelilingnya perlu dibangun. Ini penting, tegasnya, agar kekerasan terhadap anak dapat dihentikan.