REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — Pencabulan oleh guru terhadap anak didiknya kembali terjadi. Kali ini, tak tanggung, enam orang siswi salah satu SMP Negeri di Surabaya yang menjadi korban prilaku seksual menyimpang seorang guru musik.
Pelaku bernama Setiawan (43), membodohi para muridnya bahwa ia memiliki kekuatan supranatural. Dengan kekuatan magis itu, tersangka mengaku bisa menerawang masa depan, membersihkan aura negatiif dan membuat para muridnya jago menyanyi dan bermain musik.
Syaratnya, para siswi yang rata-rata berusia 14 tahun itu harus membuka baju dan menerima sentuhan-sentuhan serta ciuman-ciuman sang guru di tubuh mereka. Setiawan lalu melarang para muridnya mengadu kepada siapapun. Ia mengancam akan menyakiti murid-murid kelas 1 SMP itu dan mengeluarkan mereka dari sekolah.
Setiawan melakukan perbuatan tercelanya tidak di sekolah, tempat ia memberikan pendidikan ekstrakulikuler musik setiap hari Sabtu. Dengan alasan waktu yang terbatas, ia mengajak para murid perempuannya datang ke tempat les musik miliknya di Jalan Siwalankerto Timur, Surabaya, untuk mendapat pelajaran tambahan.
Dengan tipu dayanya, Setiawan berhasil membujuk enam orang siswi datang bergantian ke tempat les musiknya. Tempat les musik milik Setiawan tersebut satu bangunan dengan sekolah taman kanak-kanak. Para murid yang tidak tahan dengan perlakuan menyimpang Setiawan mula-mula saling bercerita sesama mereka.
Salah seorang korban, M (14), merupakan yang pertama mengadukan pelecehan yang ia terima kepada neneknya, SN. “Dia ngaku sudah lima kali disuruh buka baju, diraba-raba, terus ditelanjangin dan dipegang-pegang payudara hingga kemaluannya. Katanya biar sukses, dia punya indra keenam,” ujar SN ketika megadiri olah tempat kejadian perkaran, Ahad (5/7).
SN yang terkejut mendengar cerita cucunya kemudian menghubungi salah seorang ibu korban yang lain. E, ibu dari korban lain berinisial A (14), naik pitam begitu mendengar anaknya diperlakukan tidak senonoh oleh gurunya.
“Pantesan, anak saya akhir-akhir ini selalu murung. Sering marah-marah. Begitu dapat kabar itu, saya ndak terima, saya lapor. Total ada enam korban, tapi kemudian cuma empat yang berani lapor,” ujar E.