REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Isu reshufle kabinet Kerja terus menyorot soal kinerja bidang perekonomian. Banyak desakan pada Jokowi untuk merombak kementerian bidang ekonomi. Alasannya, kinerja kementerian bidang ekonomi membuat kondisi ekonomi Indonesia terpuruk.
Namun, peneliti Indef, Imamuddin Abdullah memiliki pendapat lain. Yaitu, jangan-jangan kinerja bidang ekonomi dipengaruhi karena tidak adanya 'leadership' dari Presiden Joko Widodo sendiri. Jadi, sebaiknya sebelum mengevaluasi kinerja kementerian perekonomian, Jokowi harus mengambil langkah koordinatif.
"Saya khawatir Jokowi ini hanya menyalahkan tim ekonomi, jangan-jangan karena soal leadership, jadi percuma tim ekonomi diganti," kata Abdullah di Jakarta, Ahad (5/7).
Indef mencatat, justru kebijakan pemerintah di bawah kepemimpinan Jokowilah ekonomi Indonesia memburuk. Jokowi seperti tidak memiliki strategi yang jelas untuk menumbuhkan ekonomi nasional. Untuk menaikkan pertumbuhan ekonomi, jurus lama yang digunakan Presiden sebelumnya adalah meningkatkan daya beli masyarakat. Namun, Jokowi justru menekan daya beli masyarakat dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak, Tarif Dasar Listrik dan harga gas.
Jokowi juga tak mampu mendorong daya beli pemerintah di penyerapan anggaran. Itu karena adanya perubahan nomenklatur kabinet Kerja Jokowi. Akibatnya, tidak ada belanja sama sekali di pemerintahan. Di sektor konsumsi investasi juga bernasib sama.
Jokowi yang harusnya meningkatkan investasi justru membuat keadaan investasi menurun. Yaitu dengan adanya konflik politik di awal pemerintahan. Hal itu mengakibatkan investor ragu dan tidak menanamkan modal ke Indonesia.
Menurut Abdullah, yang harus dilakukan Jokowi kedepan memerbaiki kondisi ekonomi. Caranya adalah meningkatkan investasi dan peningkatan sektor industri.