Senin 06 Jul 2015 16:43 WIB

700 Hektare Sawah Mulai Kekeringan

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Yudha Manggala P Putra
Tanah kering di kawasan gersang Rusun Marunda, Jakarta Utara, Kamis (25/9).Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memperdiksrta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi akan mengalami kekeringan hingga Oktober mendatang.
Tanah kering di kawasan gersang Rusun Marunda, Jakarta Utara, Kamis (25/9).Badan Meteorologi Klimatologi Geofisika (BMKG) memperdiksrta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi akan mengalami kekeringan hingga Oktober mendatang.

REPUBLIKA.CO.ID, BANYUMAS -- Kemarau yang berlangsung sejak beberapa waktu terakhir, mengancam kelangsungan tanaman padi di sawah-sawah wilayah Banyumas. Bahkan Kepala Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan (Dinpertanbunhut) Banyumas, Tjujun Sunarti Rochaidi, menyatakan lahan sawah yang mulai mengalami kesulitan air sudah cukup luas.

''Ada sekitar 700 hektar sawah di Kabupaten Banyumas yang sudah mengalami kesulitan air. Dari jumlah itu,  60 hektar diantaranya mengalami puso,'' jelasnya, Senin (6/7).

Sawah yang mulai mengalami kekeringan tersebut, tersebar di beberapa kecamatan antara lain Kecamatan Purwojati, Jatilawang, Kalibagor,  Ajibarang, Wangon, dan Lumbir.

Namun dia menyebutkan, kesulitan air paling parah dialami petani di wilayah Kecamatan Purwojati, Jatilawang, dan Kalibagor, sehingga ada yang sampai mengalami puso.

Namun dia menyebutkan, kebanyakan tanaman padi yang mengalami puso adalah tanaman padi yang masih usia muda, di bawah umur sebulan.

''Petani sengaja membiarkan tanamannya puso dan tidak berupaya mencari air untuk mengairi tanamannya, karena kalau mencari air dengan cara menyedot air sungai, maka biaya yang harus dikeluarkan sangat besar. Soalnya mereka harus menyedot air sungai hingga masa panen,'' jelasnya.

Padahal, kata Tjutjun, bagi tanaman padi yang sudah tidak teraliri air irigasi, paling tidak harus dilakukan pengaliran air melalui penyedotan air sungai sebanyak sekali sepekan.

Bila tidak dilakukan pengailiran maka tanaman padi akan mati. Padahal sekali sedot, dibutuhkan biaya paling tidak Rp 300-Rp 400 ribu per hektar untuk sekali sedot. ''Biaya tersebut digunakan untuk membeli bahan bakar dan tenaga,'' jelasnya.

Yang jadi masalah, kata Tjutjun, kebanyakan padi yang ditanam petani umumnya baru berusia 40 hari. Berdasarkan kondisi tersebut, dia memperkirakan jumlah areal tanaman padi yang puso bisa makin meluas.  

Padahal, tidak semua lahan sawah di Banyumas yang luasnya mencapai 34 ribu hektare tersebut ditanami padi, karena banyak petani yang sempat terlambat mengolah tanah sehingga sudah kesulitan mendapat air.

Dalam upaya menyelamatkan tanaman padi petani ini, Tjujun mengaku pihaknya telah mendistribusikan bantuan 50 unit pompa air pada sejumlah kelompok tani.

''Jumlah bantuan memang masih tidak banyak, namun pada tahun-tahun sebelumnya kita juga sudah banyak memberikan bantuan itu,'' katanya.

Camat Purwojati, Eko Heru Surono mengatakan permasalahan ketersediaan air untuk pertanian, rutin dihadapi petani di wilayahnya pada setiap kali musim kemarau.

Pihaknya bersama petani sebenarnya sudah berulangkali mengajukan permohonan pembangunan prasarana irigasi pertanian, namun belum juga direalisasikan pemerintah.

''Beberapa waktu lalu, pihaknya juga mengajukan permohonan pembangunan saluran irigasi dengan model pompa hidran di Sungai Tajum. Namun memang hingga saat ini belum dapat terealisasi. Semoga ke depan pemerintah dapat merealisasikan harapan para petani di wilayah Purwojati,'' jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement