REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- DPC Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Kota Surabaya akan menentukan arah koalisi dalam Pilkada Surabaya 2015 pada saat mendekati jadwal pendaftaran calon wali kota dan wakil wali kota.
Ketua DPC PPP Surabaya Buchori Imron di Surabaya, Senin (6/7), mengatakan saat ini pihaknya belum menentukan sikap karena masih melihat dinamika politik yang terjadi. "Situasi politik kita lihat perkembangannya seperti apa. Nanti pada saat detik terakhir kita tentukan ke mana," ujarnya.
Ia mengatakan meski jumlah perwakilan dari PPP di DPRD Surabaya hanya satu orang, namun jumlah perolehan suara pada Pemilu Legislatif 2014 berada di atas parpol lain di dewan. "Suara kita ada 67 ribu, di urutan ketujuh. Jumlah itu di atas Partai Golkar, Nasdem dan Hanura," katanya.
Buchori mengakui, saat ini pemerintah kota berhasil dalam pembangunan. Namun, menurutnya kekurangan yang ada juga banyak. Untuk itu, pihaknya menunggu apakah ada figur lain yang dicalonkan Koalisi Majapahit yang lebih baik dari calon petahana. "Adakah figur yang lebih hebat dari petahana, jika tidak ada kita mempunyai perhitungan lain," katanya.
Anggota Komisi C DPRD Surabaya ini menambahkan, dalam menentukan calon yang diusung PPP akan merapatkan barisan dengan beberapa elemen yang dekat dengan partainya. "Kita akan rapatkan barisan yang dekat dengan kita, bisa LSM maupun partai di Fraksi Handap," tegasnya.
Buchori menegaskan jika pasangan yang diusung pada pilkada nanti kalah, setidaknya PPP telah menunjukkan kepada masyarakat eksistensinya dan memiliki visi bagaimana membangun kota Surabaya yang lebih baik. "Seandainya kalah, tapi PPP kan masih eksis," katanya.
Menanggapi kabar mundurnya pilkada, karena dimungkinkan hanya ada satu pasangan calon wali kota dan wakil wali kota petahana yakni Tri Rismaharinni dan Whisnu Sakti Buana dari PDIP, Buchori berharap pemilihan wali kota dan wakil wali kota tetap terselenggara sesuai tahapan yang disusun KPU Surabaya. "Pilkada kita harapkan tetap dilaksanakan," katanya.
Dia melanjutkan, apabila pelaksanaannya mundur hingga 2017 maka yang dirugikan adalah masyarakat Surabaya.