Selasa 07 Jul 2015 09:12 WIB

Khawatir Hasil Kesepakatan Nuklir, Iran Sebarkan Radar Antirudal

Rep: C07/ Red: Erik Purnama Putra
Komandan Korp Pengawal Revolusi Isram Brigjen Farzad Esmaili.
Foto: theiranproject.com
Komandan Korp Pengawal Revolusi Isram Brigjen Farzad Esmaili.

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN - Sambil menunggu hasil kesepakatan nuklir Iran, pemerintah Iran mengaku telah menyebarkan radar anti rudal jarak jauh di wilayahnya. Langkah tersebut sebagai salah satu antisipasi kemungkinan terburuk dari hasil akhir kesepekatan Iran bersama enam negara kuat.

Dilansir dari Reuters, Senin (6/7), Iran khawatir dengan ancaman serangan militer bila kesepakatan tidak berjalan sesuai yang diinginkan. AS pun sudah mendesak Iran untuk mengambil "keputusan tersulit".

 

Komandan Korp Pengawal Revolusi Isram (IRGC), Brigadir Jenderal Farzad Esmaili, mengatakan bahwa Iran sudah meluncurkan radar Ghadir untuk memperkuat pertahanan udara. Radar itu disebar di Kota Ahwaz, Provinsi Khuzestan barat daya dekat perbatasan Irak.

Menurut Esmaili, radar tersebut dapat mendeteksi pesawat dalam jarak 600 km (373 mil) dan rudal balistik dalam jarak 1.100 km. Ia menambahkan, radar tersebut juga mampu mengidentifikasi miniatur pesawat tak berawak serta mampu menemukan dan melacak kendaraan udara mikro (MAV).

Dalam beberapa bulan terakhir, Iran terus mengambil langkah mengembangkan pertahanan udara setelah pejabat AS dan Israel memperingatkan adanya serangan militer bila Iran melanggar kesepakatan program nuklir. Bahkan Iran sudah membeli rudal canggih milik Rusia, S-300.

Menteri luar negeri AS, John Kerry, mengatakan bahwa kesepakatan perjanjian antara Amerika dengan Iran mengenai kesepakatan nuklir akan dilakukan secara tertutup pada pekan ini. Pernyataan tersebut disampaikan Kerry saat berada di Wina, Austria.

"Kedua belah pihak tidak perlu membahas masalah yang terlalu rumit. Jika pilihan sulit dibuat dalam beberapa hari dan lebih cepat, kita bisa mendapat kesepakatan pekan ini," kata Kerry.

Kerry juga mengatakan dalam beberapa hari telah ada kemajuan dalam kesepakatan perjanjian ini. Adapun dalam perjanjiannya, negosiator memberikan tenggat waktu hingga Selasa (7/7).

 

Menurut Kerry, Pemerintah Presiden Barack Obama sangat dikritik keras oleh Partai Republik dan Israel karena terlalu lunak dalam perundingan nuklir Iran. Bahkan bila tetap tidak menemukan kesepakatan, AS mengancam akan keluar dari perundingan tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement