REPUBLIKA.CO.ID, CIBITUNG -- Kekeringan di sejumlah wilayah pertanian berpotensi meningkatkan jumlah gagal panen di sejumlah wilayah. Untuk mengantisipasi hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Pertanian bukan hanya memberikan bantuan pompa dan perbaikan irigasi. Selain itu, petani yang terimbas puso dijanjikan uang pengganti melalui pembayaran asuransi dengan total Rp 150 miliar.
"Ada asuransi, selain kita juga tinjau daerah kekeringan dan langsung memberikan solusi di tempat," kata Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam kegiatan peninjauan harga di Pasar Induk Cibitung, Bekasi, pada Rabu (8/7).
Namun, ditanya lebih lanjut soal teknis pelaksanaan asuransi, Mentan tak menjawabnya. Begitu pun ketika ditanya soal jumlah petani yang terkena dampak puso berdasarkan pantauan Kementan, ia tak menyebutkan jumlahnya. Ia hanya menyebut, pemantauan terus dilakukan seiring kunjungan dirinya ke sejumlah daerah. Di sana, ditemukan permasalahan sekaligus dilakukan tindak solusi.
Penjelasan soal asuransi pertanian justru bergulir dari DPR Komisi IV. "Untuk petani gagal panen akibat puso, pemerintah telah siap menggulirkan asuransi senilai Rp 150 miliar untuk satu juta hektare," kata Ketua Komisi IV DPR RI Edhy Prabowo. Di mana, per satu hektare dijamin Rp 5 juta serta sasaran utamanya 200 ribu hektare endemis kekeringan.
Namun, ditanya soal realisasinya, ia menjawab jangan sampai ada petani terdampak puso. Sebab, pemerintah telah melakukan sejumlah upaya antisipasi. Kalau perlu, lanjut dia, asuransi tidak dialokasikan karena memang tidak ada petani gagal panen.
Penjelasan lebih detil diutarakan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Herman Khaeron. Uang asuransi, kata dia, berasal dari dana APBN. Jika asuransi tidak terpakai, uangnya akan kembali ke negara. "Jadi ini sudah di-setting dana ini untuk penjaminan terhadap terjadinya puso," kata dia. Asuransi juga dilakukan untuk membangun kepercayaan kepada lembaga perbankan agar lebib cair mengeluarkan pembiayaan untuk petani.
DPR meminta pemerintah menyelesaikan mekanisme pelaksanaan aturan asuransi dalam waktu sebulan setelah Peraturan Menteri terkait hal tersebut rampung pekan lalu. Mekanisme harus secara resmi menjelaskan siapa pemegang tender fasilitator asuransi, berapa premi yang harus dibayarkan pemerintah, berapa sharing petani dan bagaimana prosedur tata laksananya. Tentunya, hal tersebut tak boleh melenceng dari amanat UU 19/2013 tentang perlindungan pemberdayaan petani.