REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua DPR Fadli Zon membantah anggapan bahwa DPR kesulitan mencapai target legislasi.
Hingga masa sidang IV ditutup Selasa (7/7) kemarin, DPR baru mengesahkan dua UU dari 39 RUU yang masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2015, yakni UU tentang Pemilihan Kepala Daerah dan UU tentang Pemerintah Daerah.
Fadli mengatakan, UU dilahirkan sesuai dengan proses dan dinamika politik yang ada. DPR pun lanjutnya, tidak dituntut untuk menghasilkan produk UU dalam setiap masa sidangnya.
"Tidak harus 39 direncanakan, 39 jadi. Mungkin kalau anggota sepakat bisa cuma 20. Tergantung kebutuhan politik, kita bukan pabrik," katanya di gedung DPR, Jakarta, Rabu (8/7).
Ia menjelaskan, untuk menyiapkan UU dibutuhkan naskah akademik. Dalam perubahan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPRD dan DPR (MD3), lanjutnya, penyusunan dan pembahasan UU tidak lagi dilakukan di badan legislasi (Baleg) melainkan di komisi masing-masing.
Setelah pembahasan selesai dilakukan komisi, maka akan diserahkan ke Baleg untuk harmonisasi dan kemudian akan dilakukan pembahasan bersama pemerintah.
"Kemarin kita cek masing-masing ke komisi untuk lempar ke Baleg, ada beberapa yang terlambat karena naskah akademiknya belum selesai. Kalau sekarang sudah hampir semua selesai. Jadi masa sidang berikutnya kita kebut sampai akhir," jelasnya.
Menurutnya, di negara demokrasi manapun, target legislasi yang tidak tercapai bukan merupakan suatu kegagalan. Ia mencontohkan, di India, dari 100 target legislasi, yang mampu diselesaikan hanya 20.
"Apakah artinya itu pekerjaannya gagal? Tidak begitu. Karena kebutuhan politiknya beda-beda. UU itu dilahirkan sesuai kebutuhan. Kalau masyarakat bilang UU tidak dibutuhkan, kita drop," jelas politikus Gerindra itu.
"Jadi bukan berarti ini seperti pabrik. Kita ini bukan pabrik legislasi. Tapi kualitas kebutuhan juga melihat dari masyarakat," katanya.
Pernyataan Fadli ini dikuatkan oleh Wakil Ketua DPR lain, Agus Hermanto. Menurut Agus, DPR selama ini sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik agar mencapai hasil maksimal di bidang legislasi.
Salah satu hal yang dillakukan, lanjutnya, yakni dengan memangkas masa reses bagi anggota DPR. Sesuai perubahan UU MD3, reses memang ditambah dari empat menjadi lima kali. Namun, waktu setiap resesnya dipersingkat, dari sebulan menjadi maksimal tiga minggu.
Selain itu, kata Agus, DPR juga sudah menetapkan hari legislasi, yakni pada hari rabu dan kamis dalam setiap minggunya. Di hari itu, lanjutnya, setiap komisi diwajibkan untuk membahas RUU.
"Kalau di hari itu jangan melaksanakan pekerjaan yang lain. Sehingga kepentingan yang lain tidak mengganggu kerja legislasi. Paling tidak kita jauh lebih banyak yang bisa kita laksanakan, kerjakan, ketok di paripurna. Memberikan slot yang lebih banyak," katanya.