REPUBLIKA.CO.ID,PEKANBARU--Pelaksana tugas Gubernur Riau Arsyadjuliandi Rachman menyatakan kasus skandal seks yang melibatkan enam praja Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) di Kampus Rokan Hilir, merupakan wewenang Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.
"Itu kan wewenang dan domain atau ranahnya mendagri. Jadi, biar saja. Kita tidak bisa berbuat apa-apa," tegas Arsyadjuliandi yang akrab disapa Andi di Kantor Gubernur Riau, Pekanbaru, Rabu.
Dia berharap, Mendagri Tjahjo Kumolo dapat segera melakukan evaluasi ulang untuk seluruh proses kegiatan belajar dan mengajar di Kampus IPDN yang di teletak di Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau tersebut.
Termasuk juga dengan kelemahan-kelemahan yang terjadi selama ini karena Pemerintah Provinsi Riau tidak bisa mengawasi secara langsung karena jauhnya jarak tempuh sekitar tujuh jam dari Kota Pekanbaru dengan menempuh jalur darat.
"Apa saja yang menjadi kelemahan IPDN selama ini. Kalau ada yang bisa diperbaiki, maka kita berharap diberi kesempatanlah," katanya.
Selain itu, tambahnya, Pemprov Riau tidak memiliki wewenang terlibat langsung dalam permasalahan kasus amoral IPDN itu. "Demikian juga, terkait rencana pemindahan kampus itu ke Pekanbaru," beber Andi.
Direktur Institut Pemerintahan Dalam Negeri Riau, Rizka Utama sehari sebelumnya membantah adanya kasus pemerkosaan di sekolah tersebut, melainkan terjadi kasus skandal seks melibatkan enam praja yang kini sudah dikeluarkan dengan tidak hormat."Jadi bukan kasus pemerkosaan, tapi kasus asusila," kata Rizka.
Ia menjelaskan, praja terlibat skandal seks adalah dua praja wanita yang berinisial W dan R. Mereka diduga melakukan perbuatan asusila terhadap empat praja laki-laki.
"Dua wanita merupakan praja yang baru pindah dari Jatinangor, mereka masih tingkat II dan teman satu kamar. Mereka itu memang sering berbuat begitu waktu masih di Jatinangor. Kita heran mengapa bisa lulus, praja seperti itu," katanya.
Ia mengatakan kedua praja wanita itu berasal dari Jawa Barat. Keenam praja tersebut sudah dikeluarkan, tapi ia tidak merinci empat praja laki-laki yang terlibat.
Menurut dia, kasus tersebut sudah terjadi sejak awal tahun 2015. Kasus itu terungkap setelah dokter dan pihak rektorat curiga karena mereka terlihat sering letih, lesu serta tidak pernah kondisi fit.
"Setelah dicek oleh dokter ternyata mereka itu ya begituan, seperti kelainan begitulah," katanya.