REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan wali kota Makassar Ilham Arief Sirajudin (IAS) untuk diperiksa sebagai tersangka. Pemanggilannya kali ini merupakan yang ketiga kali setelah sebelumnya IAS tak pernah hadir dengan berbagai alasan.
"IAS hari ini dijadwalkan diperiksa sebagai tersangka," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Jumat (10/7).
Sebelumnya, Ilham Arief juga dipanggil KPK, Senin (9/7). Namun, dia tak memenuhi panggilan. Selain beralasan sedang periksa kesehatan di Singapura, Ilham meminta KPK untuk memeriksanya setelah ada putusan praperadilan atas gugatan yang dilayangkannya.
Bahkan, pengacara Ilham, Rudi Alfonso sesumbar bahwa kliennya siap ditahan jika pemeriksaan dilakukan setelah adalah putusan gugatan praperadilan.
Dan sekarang gugatan itu kini telah ditolak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (9/7). "Kan sudah sepakat diperiksa tanggal 9 Juli. IAS siap ditahan kalau diperiksa nanti," ujar Rudi.
Seperti diketahui, Ilham akan diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait kerja sama kelola dan transfer untuk instalasi PDAM Kota Makassar saat ia menjabat sebagai wali kota. Wali kota dua periode itu dua kali tidak memenuhi panggilan KPK terkait pemeriksaannya sebagai tersangka.
Ilham kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 10 Juni 2015 lalu. Penetapan tersangka saat ini merupakan yang kedua kali. Surat perintah penyidikan (sprindik) baru, dikeluarkan setelah gugatan praperadilan Ilham dikabulkan oleh hakim tunggal Yuningtyas Upiek Kartikawati di PN Jaksel.
Namun, mantan wali kota Makassar dua periode itu nampaknya tak mau menyerah begitu saja atas penetapannya sebagai tersangka oleh KPK untuk yang kekeduakalinya. Dia kembali melawan KPK dengan menggugat kembali ke jalur praperadilan. Permohonan praperadilan Ilham telah dilayangkan Selasa (16/6) dan saat ini dalam proses persidangan.
Dalam kasus ini, Ilham dijerat dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah ke dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.