REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono, Ace Hasan Syadzily mengapresiasi keputusan KPU dan pemerintah yang telah mengupayakan agar partainya bisa mengikuti Pilkada serentak pada 9 Desember 2015.
"Keputusan itu yang sangat kami harapkan agar Partai Golkar bisa ikut pilkada serentak 2015," katanya.
Ia mengatakan bagaimanapun Partai Golkar memilki banyak kader di daerah dan memiliki peluang yang sangat besar untuk memimpin di daerah. Menurutnya, sangat disayangkan jika Partai Golkar tidak dapat mengikuti Pilkada serentak.
"Kami menilai solusi tanda tangan bersama ini sebuah solusi yang baik. Tapi, kami berharap solusi itu harus tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan," ujarnya.
Dia mengatakan jangan sampai solusi tersebut hanya menjadi solusi politik dan menjadi masalah hukum di kemudian hari. Ace menjelaskan bagi pihaknya, dalam pencalonan kepala daerah tidak melihat apakah figur yang bersangkutan adalah orang Agung Laksono atau Aburizal Laksono.
"Kami mengedepankan kader Partai Golkar yang memiliki prestasi, dedikasi, loyalitas dan tidak tercela (PDLT)," katanya.
Karena itu dia menegaskan, penandatanganan bersama dalam pendaftaran calon kepala daerah ini harus mengacu pada aturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebelumnya Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan hasil pertemuan antara pimpinan DPR RI, Kementerian Dalam Negeri,Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu menghasilkan konsensus yang membolehkan partai berkonflik mengikuti pemilihan kepala daerah serentak 2015.
"Golkar dan PPP bisa ikut dalam pilkada dengan mekanisme mengubah PKPU No 9 Pasal 36 Tahun 2015," kata Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis (9/7).
Hal itu dikatakan Fadli usai pertemuan antara pimpinan DPR RI, Kementerian Dalam Negeri,Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu di Ruang Pansus C, Gedung Nusantara II, Jakarta, Kamis.
Dia menjelaskan kesimpulan rapat tersebut yaitu KPU dapat menerima pendaftaran pasangan calon kepala daerah dari kepengurusan parpol yang berselisih yang ditandatangani kedua belah pihak dalam dokumen terpisah.
Pengajuan dokumen itu menurut Fadli dengan syarat kepengurusan parpol yang berselisih tersebut mengajukan satu pasangan calon kepala daerah yang sama.