REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kasus operasi tangkap tangan advokat yang menyuap hakim PTUN Medan, Sumatra Utara mendapat perhatian dari Ikatan Advokat Indonesia (Ikadin).
Organisasi profesi tersebut sampai mengirimkan surat terbuka buat Presiden Jokowi.
"DPP Ikadin menolak dan mengecam keras praktik suap dan mafia hukum di dunia peradilan Indonesia yang merusak sendi-sendi penegakan hukum dan mencederai rasa keadilan. Ini juga menggerus kredibilitas dan integritas aparat penegak hukum di mata masyarakat luas," kata Ketua Umum Ikadin Sutrisno, dalam rilisnya, Jumat (10/7).
Maka, Ikadin mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi untuk tidak ragu-ragu untuk menindak tegas setiap aparat penegak hukum yang terbukti melakukan suap. Dukungan itu terkait konten pidato Presiden Joko Widodo pada HUT Bhayangkara ke-69 bahwa praktek mafia hukum masih ada dan perlu diberantas.
"Mereka harus dijatuhi hukuman seberat-beratnya," terangnya.
Pihaknya juga mensinyalir praktik makelar kasus, seperti disinggung dalam, masih terjadi di dunia peradilan.
"Di mana fakta ini tidak bisa dilepaskan dari kesempatan, kemudahan dan kerja sama yang diberikan oleh beberapa orang oknum polisi, jaksa dan hakim yang memang memiliki kedekatan dengan makelar kasus,” imbuh Sutrisno.
DPP Ikadin, ujarnya, menyebutkan dalam surat kepada Jokowi tadi bahwa oknum penegak hukum lebih kooperatif apabila bertemu makelar kasus dibanding dengan bertemu advokat karena pertimbangan kontribusi yang didapat.
“Maka, DPP Ikadin mengimbau kepada Mahkamah Agung agar pihak pengadilan sungguh-sungguh menjaga jarak dan membatasi kemunikasi dengan advokat terkait dengan perkara yang sedang ditangani advokat guna mencegah terjadinya praktek suap,” katanya.