REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana menyatakan pemberian parcel dari kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kepada pagawai di bawahnya diperbolehkan.
"Kalau kepala SKPD menerima parcel dari perusahaan atau instansi lain itu yang tidak boleh. Tapi kalau kepala dinas memberi ke anak buahnya yang bentuknya tidak harus parcel, saya kira tidak apa-apa," kata Whisnu Sakti Buana di Surabaya, Ahad (12/7).
Menurut dia, selain itu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga melarang keras pemberian parcel kepada pejabat pemerintahan. "Ini untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Aturan juga sudah tegas. Ini juga sesuai arahan Bu Wali Kota," katanya.
Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini sebelumnya juga meminta pada jajaran SKPD untuk menolak parsel Lebaran. Penolakan pemberian parsel dilakukan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya bersih dari kepentingan kelompok tertentu dan tetap berfungsi melayani kepentingan masyarakat.
Risma mengatakan, kebijakan penolakan pemberian parsel ke seluruh SKPD dilingkungan Pemkot ini sudah berlangsung sejak empat tahun yang lalu. Jika ada yang tetap memberikan, akan langsung dikembalikan.
"Saya sudah meminta pada perusahaan atau rekanan untuk tidak memberikan parsel pada SKPD. Kalau ada pemberian harus ditolak. Jika sudah terlanjur diterima, harus diberikan pada orang yang membutuhkan," ujarnya.
Persoalan parcel mengemuka setelah adanya Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 B ayat (1) menyebutkan, setiap gratifikasi pada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap jika berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya.
Dalam penjelasan pasal 12 B ayat (1) menyebutkan, gratifikasi adalah pemberian dalam bentuk uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.