REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua DPP Golkar Munas Ancol Ibnu Munzir menilai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melegalkan kerabat petahana maju dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), merupakan bentuk penegakan hak asasi manusia (HAM). Namun dia memang tidak menampik jika kekuasaan petahana dalam Pilkada memang rawan diselewengkan dan harus diwaspadai.
"Saya rasa ini bukan rahasia umum lagi, kadang kala mereka (petahana) ini memang memanfaatkan kekuasaan. Dan ini terjadi di belakang layar," jelas Ibnu kepada Republika, Ahad (12/7).
Apalagi, menurutnya, tingkat kesadaran masyarakat terhadap hal-hal seperti itu belum mencapai titik yang bisa diharapkan.
Salah satu solusi pengawasan, menurut dia, bisa diawali dengan penyaringan kader-kader di internal partai sebelum terjun dalam kontestasi Pilkada. "Jadi partai ini mesti fungsional dan bekerja," katanya.
Kalaupun nanti yang keluar dari seleksi partai adalah kerabat petahana, tambahnya, bisa dipastikan dia adalah figur yang memang pantas dan kompeten untuk mengemban jabatan yang dikehendakinya.
Seperti diketahui, MK mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 7 Huruf r UU No. 8/2015 tentang Perubahan atas UU No. 1/ 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).
Mk menilai aturan yang membatasi calon kepala daerah yang memiliki hubungan dengan petahana telah melanggar konstitusi.
Dalam pertimbangannya, hakim berpendapat idealnya suatu demokrasi adalah bagaimana melibatkan sebanyak mungkin rakyat untuk turut serta dalam proses politik. Meski pembatasan dibutuhkan demi menjamin pemegang jabatan publik memenuhi kapasitas dan kapabilitas, suatu pembatasan tidak boleh membatasi hak konstitusional warga negara.