REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Istana mengkaji pengajuan grasi yang diajukan mantan ketua KPK Antasari Azhar. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly mengisyaratkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah setuju memberikan pengampunan untuk Antasari. Namun, ada peraturan dalam Undang-Undang yang mengganjal pemberian grasi tersebut.
"Mahkamah Agung (MA) memberikan pertimbangan bahwa jangka waktu pengajuan grasi Pak Antasari sudah lewat sesuai ketentuan pasal 7 ayat 2," katanya di Istana Negara, Senin (17/3).
Secara khusus, Jokowi telah memanggil sejumlah pejabat ke Istana untuk membahas masalah grasi tersebut, antara lain Menteri Hukum dan HAM Yasonna, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno, Kapolri Jenderal Pol Badrodin Haiti serta Jaksa Agung HM Prasetyo.
Menurut Yasonna, Presiden sudah lama mempertimbangkan grasi yang diajukan Yasonna. Salah satu poin yang menjadi pertimbangan adalah karena Antasari tidak mengakui kesalahannya.
"Tapi ini bukan persoalan mengaku atau tidak mengaku. Beliau melihat bahwa hukuman sangat tinggi dan Pak Antasari sakit-sakitan di rumah sakit," katanya.
Dalam Pasal 7 ayat 2 Undang-undang nomor 5 tahun 2010 tentang Grasi, disebutkan permohonan grasi diajukan paling lama satu tahun sejak memperoleh kekuatan hukum tetap. Sementara Antasari telah memasuki tahun ketiga sejak permohonan grasi harusnya diajukan.
Yang menjadi persoalan, kata Yasonna, di satu sisi Presiden mempertimbangkan masalah kemanusiaan karena melihat kondisi Antasari yang tengah menderita sakit saat ini. Namun, di sisi lain pemberian grasi dapat menabrak Undang-Undang.
"Saya jujur memberikan pertimbangan kemanusiaan meskipun saya memberi catatan bahwa ini tidak sesuai dengan Undang-Undang. Tetapi Presiden punya hak konstitusional. Tentu Presiden sebagai kepala negara tidak melanggar Undang-Undang. Ini dilemanya di sana," ucap menteri dari PDIP tersebut.
Yasonna menyebut bahwa Jokowi masih mempertimbangkan pemberian grasi bagi Antasari sambil memperhatikan masukan-masukan dari pejabat terkait. Keputusan terakhir, kata dia, tetap berada di tangan Presiden.