REPUBLIKA.CO.ID, N’DJAMENA -- Pihak keamanan Chad telah memperingatkan hukuman tegas bagi siapapun yang mengenakan cadar atau niqab. Langkah ini diambil menyusul memburuknya kondisi keamanan dan peningkatan serangan bunuh diri di negara itu.
“Peningkatan serangan ini menegaskan bahwa larangan cadar dapat dibenarkan. Siapa pun yang tidak mematuhi hukum akan secara otomatis ditangkap dan dibawa ke pengadilan,” kata juru bicara kepolisian nasional, Paul Manga kepada AFP, seperti dilansir onislam.net, Selasa (14/7).
Keputusan kontroversial ini diambil menyusul serangan di sebuah pasar di ibukota, N’Djamena, Sabtu lalu. Serangan tersebut mengakibatkan 15 orang tewas dan 80 lainnya luka-luka.
Menyebarkan kepanikan ke seluruh kota, penyerang meledakkan sabuk berisi bahan peledak ketika ia berhenti untuk pemeriksaan keamanan di pintu masuk pasar utama kota. Pasca serangan ini, keamanan diperketat di seluruh Ibu Kota. Polisi dan tentara dikerahkan di semua fasilitas publik, termasuk persimpangan jalan, masjid, dan pasar.
Pemerintah mengklaim serangan-serangan itu dilakukan oleh kelompok militan Boko Haram. Sejak enam tahun lalu, kelompok militan ini telah berusaha untuk menerapkan hukum Islam di Nigeria. Hal itu kemudian merembet ke negara-negara tetangga, termasuk Chad, Niger, dan Kamerun.
Konflik ini telah menewaskan sedikitnya 15 ribu orang sejak 2009, sementara 1,5 juta orang kehilangan tempat tinggal. Lebih dari satu juta orang mengungsi di Nigeria, sedangkan ratusan ribu lainnya mengungsi melintasi perbatasan ke Chad dan Kamerun.
“Apa yang terjadi di tempat lain dan kami hanya dengar lewat media, kini terjadi di sini. Saya benar-benar mengkhawatirkan keselamatan saya dan anak-anak saya,” kata Zenaba, seorang pedagang wanita berusia empat puluhan.