REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--SURABAYA--ahli hukum tata negara Universitas Airlangga (Unair) Surabaya M Syaiful Aris SH MH LLM menilai penetapan komisioner KY sebagai tersangka yang dilakukan Bareskrim Polri itu mengada-ada, karena pendapat kritis merupakan hal biasa.
"Bahkan, dalam dunia akademis itu, bukan hanya kritis, melainkan justru menguji. Dalam dunia akademis itu, ada eksaminasi atas putusan pengadilan untuk menguji keterkaitan antara putusan secara riil dengan teori hukum yang ada," katanya di Jakarta, Selasa (14/7).
Selain itu, katanya, penetapan komisioner KY sebagai tersangka juga sangat janggal, karena penetapan itu sangat cepat dibandingkan dengan pengaduan masyarakat kepada Polri. "Jadi, ada desain dengan penetapan tersangka untuk komisioner KY, juga sebelumnya KPK," katanya.
Menurut mantan Direktur LBH Surabaya itu, komentar komisioner KY terkait putusan Hakim Sarpin juga tidak terlalu salah, karena putusan pengadilan yang sudah dibacakan itu bersifat terbuka untuk publik dan siapapun berhak mengomentari, termasuk KY.
"Apalagi, sikap komisioner KY selama ini sudah sesuai dengan Pasal 24b UUD 1945 dan UU 18/2011 tentang KY untuk menjaga kehormatan, keluhuran, martabat, dan perilaku hakim, sebab Hakim Sarpin memang salah mengutip keterangan ahli yang dijadikan pertimbangan dalam memutuskan, lalu Sarpin menyebut Prof Sidharta sebagai ahli hukum pidana, padahal ahli filsafat hukum," katanya.
Untuk itu, Presiden harus menyatakan sikap untuk menciptakan stabilitas dan sekaligus menata hubungan antar-lembaga yang selama ini bersinggungan dalam fungsi, seperti MA-KY, KPK-Polri, DPR-DPD, dan sebagainya, sehingga konflik yang membuang energi tidak akan terulang terus menerus.