REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anak buah pengacara senior OC Kaligis tidak terima dengan penahanan bosnya. OC Kaligis awalnya dijadikan saksi tapi kemudian diperiksa sebagai tersangka oleh KPK dalam dugaan pemberian suap kepada majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
"Terkait dengan penangkapan dan penahanan bapak kami, kami merasa dizhalimi. Panggilan sebagai saksi, faktanya bapak ditangkap tapi tidak didukung bukti yang cukup. Untuk itu kami akan lakukan upaya hukum selanjutnya dan berkoordinasi untuk memberikan upaya hukum terbaik," kata pengacara yang bernaung di bawah kantor hukum Kaligis, Afrian Bondjol di gedung KPK Jakarta, Selasa (14/7).
Kaligis ditahan KPK di rumah tahanan kelas I Jakarta Timur cabang KPK di Detasemen Polisi Militer (Denpom) Jaya Guntur setelah diperiksa sebagai tersangka selama 5 jam.
Penyidik bahkan perlu menjemput paksa Kaligis di hotel Borobudur. Penjemputan itu dilakukan setelah pada Senin (13/7), Ketua Mahkamah Partai Nasional Demokrat (Nasdem) tidak memenuhi panggilan KPK sebagai saksi.
"Bapak hanya dipanggil sekali, itu juga sebagai saksi. Beliau sudah menulis surat untuk datang, beriktikad baik untuk hadir dalam pemeriksaan selanjutnya pada 23 Juli, tapi faktanya ditangkap dan ditahan KPK. Kami tidak terima ini," tegas Afrian dengan nada emosi sedikit terisak.
Ia pun mempertimbangkan untuk mengajukan praperadilan. Afrian menegaskan tidak ada niat Kaligis untuk melarikan diri saat dipanggil KPK kemarin. Namun ia tidak mengetahui kegiatan yang dilakukan Kaligis saat dijemput paksa KPK.
"Bapak dijemput di hotel Borobudur, tapi saya tidak tahu persis melakukan apa," jelas Afrian.
KPK menyangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana terhadap Kaligis.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.
KPK sebelumnya juga sudah mengirim surat permintaan cegah untuk OC Kaligis sejak Senin (13/7) untuk enam bulan ke depan sekaligus menggeledah kantor hukum OC Kaligis di Jalan Majapahit Jakarta Pusat pada hari yang sama.
KPK sudah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus ini yaitu sebagai penerima suap terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara dari kantor OC Kaligis bernama M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.
Kelimanya ditangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan pada 9 Juli 2015 dan mengamankan uang 15 ribu dolar AS (sekitar Rp195 juta) dan 5 ribu dolar Singapura (sekitar Rp45 juta) di kantor Tripeni.
Tindak pidana korupsi itu terkait dengan proses pengajuan PTUN di Medan yang dilakukan oleh mantan Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis atas terbitnya sprinlidik (surat perintah penyelidikan) dalam perkara penyalahgunaan dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, 2013 dan 2014.
Atas sprinlidik tersebut, pemerintah provinsi Sumatera Utara pun mengajukan gugatan ke PTUN Medan. Pemerintah provinsi Sumatera Utara menunjuk Gerry sebagai pengacara untuk melakukan pengujian kewenangan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait dengan UU No 30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan.
Berdasarkan UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang.
Dalam putusannya, hakim Tripeni dan rekan menyatakan permintaan keterangan oleh jaksa kepada Fuad Lubis ada unsur penyalahgunaan kewewenangan.