REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 18 tahun penjara, membayar denda Rp150 miliar subsidair dua tahun penjara kepada terdakwa Andianto Setiabudi (Bos Cipaganti Grup), Rabu (15/7).
Vonis itu terkait perkara penipuan dan penggelapan terhadap ribuan nasabah Koperasi Cipaganti Karya Guna Persada (KCKGP) dengan total nilai investasi Rp3,2 triliun.
Selain terdakwa Andianto, majelis hakim juga menjatuhkan vonis kepada terdakwa lain dalam perkara yang sama yakni Julia Sri Redjeki, Yulianda Tjendrawato dan Cece Kadarisman, dengan hukuman masing-masing delapan, enam dan 10 tahun penjara.
Ketiga terdakwa lainnya juga dibebankan membayar denda dengan besaran yang berbeda-beda oleh majelis hakim. Untuk terdakwa Julia harus membayar denda Rp15 miliar subsidair tahun kurungan, terdakwa Yulinda harus membayar denda Rp10 miliar subsidair enam bulan kurungan dan terdakwa Cece harus sebesar Rp15 miliar subsidair satu tahun penjara.
"Mengadili, menyatakan para terdakwa terbukti telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan penghimpunan dana masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin BI," kata Ketua Majelis Hakim Kasianis Telaumbanua ketika membacakan amar putusannya di Pengadilan Negeri Bandung.
Menurut Kasianis, para terdakwa dinyatakan telah terbukti bersalah karena melakukan penghimpunan dana masyarakat tanpa izin dari Bank Indonesia sebagaimana pasal 46 ayat 1 UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan.
Vonis terhadap Bos Cipaganti tersebut lebih ringan apabila dibandingkan dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum yang menuntut menuntut terdakwa dengan hukuman 20 tahun penjara dan denda masing-masing Rp200 miliar.
Ada sejumlah hal yang memberatkan terdakwa karena perbuatan terdakwa telah meresahkan dan merepotkan orang banyak.
"Sedangkan hal yang meringankan terdakwa sopan di persidangan dan belum pernah dihukum. Memiliki keluarga yang masih membutuhkan kasih sayang dan tanggungjawab para terdakwa," katanya.
Dari data di persidangan diketahui bahwa koperasi Cipaganti telah menghimpun dana dari masyarakat yang kemudian digunakan untuk membiayai sejumlah usaha dalam grup Cipaganti.
Akan tetapi dalam perjalanannya, Cipaganti tidak bisa membayarkan keuntungan yang dijanjikan pada para mitra.
"Akibat tidak membayarkan hak para mitra atau nasabah, mitra atau nasabah pun meminta kembali modal," kata dia.
Sebagai upaya mengatasi kesulitan keuangan tersebut, maka Koperasi Cipaganti malah semakin gencar memasarkan untuk menarik nasabah baru.
"Jajaran pengurus tidak memberi informasi yang jujur pada pemodal soal kondisi dan kesulitan yang dialami koperasi dalam menjalani usahanya sehingga masih ada masyarakat yang tergiur padahal perusahaan tengah mengalami kesulitan," kata dia.