Kamis 16 Jul 2015 11:04 WIB

Struktur Jalan Sebabkan Kecelakaan di Cipali

 Anggota kepolisian memeriksa mobil yang telah mengalami kecelakaan di KM 104 ruas Jalan Tol Cipali, Subang, Jawa Barat, Jumat (10/7).  (Republika/Raisan Al Farisi)
Anggota kepolisian memeriksa mobil yang telah mengalami kecelakaan di KM 104 ruas Jalan Tol Cipali, Subang, Jawa Barat, Jumat (10/7). (Republika/Raisan Al Farisi)

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Beberapa pengamat menilai struktur jalan yang panjang dan lurus merupakan salah satu faktor penyebab banyaknya insiden kecelakaan di  Cikopo-Palimanan (Cipali).

Sejak dibuka pada Juni 2015 hingga 8 Juli 2015, pihak kepolisian mencatat di Tol Cipali terjadi 56 kasus kecelakaan. Sementara Pos Pengamanan Pengamanan Mudik Hari Raya Idul Fitri 1436 H yang dioperasikan di Tol Cipali mencatat telah terjadi 16 kasus kecelakaan dengan sembilan korban luka ringan, sejak H-7.

Angka tersebut, menurut pengamat transportasi Darmaningtyas, di Jakarta, Rabu (15/7) menunjukkan struktur jalan bebas hambatan yang panjang dan lurus masih menjadi sesuatu yang baru bagi orang Indonesia.

"Itu hal baru bagi masyarakat kita, sebelum-sebelumnya tol itu ada belokan atau tanjakan jadi tidak bosan. Jalan tol baru yang lurus dan halus mendorong orang memacu kendaraannya di atas kecepatan rata-rata 100 kilo meter per jam, bisa saja di sana berkendara 160 kilo meter tapi tidak terasa karena mulus dan lengang, buktinya saat jelang Lebaran ini berkurang kan angka insiden kecelakaannya. Jadi relevanlah kalau dibilang kecepatan jadi penentu angka kecelakaan," kata Darmaningtyas saat dihubungi Antaranews.

Begitu memasuki ruas jalan Tol Cipali, Darmaningtyas mengatakan sebenarnya kondisi fisik pengendara sudah menurun karena setidaknya sudah berkendara satu jam untuk menuju ke sana.

Menurut pengamat kebijakan publik Agus Pambagio, seharusnya, saat berkendara jarak jauh dianjurkan untuk beristirahat setiap tiga jam sekali.

Sayangnya, Darmaningtyas mengatakan jumlah area peristirahatan atau "rest area" di tol tersebut belum cukup.

"Pemerintah klaim ada delapan atau enam rest area yang baik, nyatanya cuma dua yang berfungsi baik. Idealnya setiap 20 kilo meter ada satu rest area. Tapi bagaimana pun kondisi rest area, kalau sudah merasa lelah harusnya beristirahat dengan optimal," kata Darmaningtyas.

Senada dengan Darmaningtyas, Agus Pambagio juga menyayangkan kurangnya fasilitas rest area di tol Cipali.

"Tapi kan dari awal dibuka itu disebutkan sebagai jalan darurat. Di media sudah banyak diberitakan kalau rest area belum siap. Jadi seharusnya pengendara sudah siap dengan kemungkinan rest area yang belum maksimal, ya mungkin bawa sendiri kopi atau makanannya, istirahat yang cukup intinya," kata Agus.

Selain itu, karena masih baru, Darmaningtyas dan Agus sependapat jika tol tersebut masih belum dilengkapi pembatas jalan atau pohon yang dapat menyerap lampu dim.

"Pohon atau pembatas jalan dari tembok berfungsi menghalangi sinar lampu yang menyorot langsung ke pengendara. Orang kita kalau malam pakai lampu dim, padahal itu gunanya hanya sebagai tanda untuk menyusul, itu bisa menyilaukan kendaraan dari arah berlawanan dan berpotensi mengakibatkan kecelakaan. Apalagi kalau siang hari, dari arah Jakarta itu matahari silau sekali ke mata, maka akan membuat cepat lelah," kata Agus.

sumber : antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement