Kamis 23 Jul 2015 07:15 WIB

Perlukah Risaukan Gerakan Keagamaan Transnasional di Indonesia?

Masa Hizbut Tahrir Indonesai (HTI) membawa spanduk Ramadhan saat menggelar pawai dan Tahrib Ramadhan di Jalan Thamrin, Jakarta, Sabtu (13/6).
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Masa Hizbut Tahrir Indonesai (HTI) membawa spanduk Ramadhan saat menggelar pawai dan Tahrib Ramadhan di Jalan Thamrin, Jakarta, Sabtu (13/6).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh: Badan Litbang Kementrian Agama RI

Di berbagai belahan dunia, gerakan keagamaan yang berwatak puritan berkembang tanpa mengenal batas negara. Gejala ini juga tidak hanya berlaku pada satu agama tertentu. Tapi ia menjadi potret terkini semua agama. Agama-agama di Indonesia termasuk yang sedang berada dalam pusaran tersebut.

Sepintas, apa yang diramalkan Francis Fukuyama dalam master piece nya, the End of History and the Last Man (1992), tentang kebangkitan gerakan neo-conservative yang berakibat pada radikalisme Islam di Timur Tengah benar adanya. Akibat kesalahan pemerintahan George W. Bush dalam melihat ancaman Islam radikal terhadap Amerika, gerakan radikal Islam dan gerakan anti Amerika lainnya menemukan momentumnya untuk tampil di panggung global.

Alih-alih gerakan Islam ini mengambil nilai-nilai-universal dari Barat, gerakan ini malah mengajak umat Islam untuk kembali ke nilai-nilai Islam awal seperti dicontohkan di masa Nabi. Mereka juga mewacanakan kembali ke al Qur’an dan Hadits, khilafah, persaudaran muslim, syari’at Islam dengan penafsiran yang letterleik. Uniknya, faham gerakan yang belakangan santer disebut kelompok Salaf itu ternyata melintasi gurun sahara yang begitu luas dan merebak di Indonesia.

Gerakan tersebut dalam penelitian ini disebut dengan gerakan keagamaan transnasional yang sebagian melakukan gerakan dakwah dan purifikasi terhadap praktek keagamaan masyarakat lokal yang dianggap sikretik. Sebagian yang lain melakukan gerakan politik keagamaan dengan wacana khilafah atau imamah dan syari’at sebagai solusi kemanusiaan dan keumatan. Gerakan keagamaan transnasional dimaksud adalah Salafi, Syi’ah, Jama’ah Tabligh, Ikhwanul Muslimin (IM) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Gerakan Salafi berasal dari Saudi Arabia, Jamaah Tabligh berasal dari India, Ikhwanul Muslim berasal dari Mesir dan Hizbut Tahrir berasal dari Palestina atau Libanon. Hingga kini, sebagaimana temuan penelitian, gerakan Islam ini terus mengembangkan pengaruhnya di Indonesia.

Meskipun diantara gerakan itu dalam banyak hal kontradiktif dan tidak jarang juga saling menyesatkan, mereka memiliki agenda yang sama yaitu kebangkitan Islam dan anti Barat.

Tipikalitasnya yang secara keseluruhan sangat anti Barat menjadikanya sebagai sasaran tembak negativisasi profil gerakan oleh Barat dan para corongnya dengan mengkaitkan mereka sebagai Islam radikal, Islam garis keras, Islam ekstrim, kelompok teroris dan bahkan dengan jaringan al-Qaidah. Kekahwatiran berbagai kalangan atas munculnya gerakan keagamaan Islam transnasional, terutama para elit politik dan elit agama dari ormas yang telah mapan, patut diperhatikan apakah kehadiran gerakan keagamaan transnasional itu membahayakan eksistensi NKRI dan ormas keagamaan yang telah mapan.

Penelitian ini setidaknya telah berhasil menjelaskan bagaimana sebenarnya posisi gerakan keagamaan transnasional itu dalam konteks perubahan sosial keagamaan dan sosial politik di Indonesia. Selain gerakan Islam, penelitian ini juga menyasar trend radikalisme pada agama lain, yaitu Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI), Gereja Bethel Indonesia (GBI), Buddha Meetreya dan Buddha Soka Ghakai di Indonesia. Aspek-aspek yang yang dikaji dalam penelitian gerakan keagamaan transnasional ini adalah: jaringan intelektual, kegiatan, pendanaan dan jaringan kerja kelembagaan.

Selanjutnya Temuan Penelitian

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement