REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Amidhan, meminta umat Islam agar jangan mudah terpancing melakukan aksi kekerasan dalam menyikapi kasus pembakaran masjid di Tolikara, Papua. Namun ia juga meminta pemerintah agar bersikap objektif dalam mengungkap latar belakang kerusuhan di Tolikara.
''Kepada umat Islam, saya menganjurkan agar kita jangan mudah terpancing untuk melakukan pembalasan atau bentuk-bentuk kekerasan. Jika umat Islam melakukan hal itu maka hal itulah yang diinginkan oleh pihak ketiga,'' kata Amidhan saat berbincang kepada ROL melalui saluran telpon, Ahad (19/7).
Amidhan mengatakan peristiwa yang terjadi di Tolikara itu sesungguhnya sebuah ujian buat umat Islam. Terutama peristiwa itu terjadi pada saat umat muslim sedang merayakan hari Lebaran. MUI, kata dia, sudah menyiapkan strategi untuk mendorong agar kasus itu tidak merembet kemana-mana.
''Besok MUI akan melakukan rapat untuk membahas persoalan ini,'' ujarnya. ''Yang jelas, persoalan ini harus bisa kita lokalisir jangan sampai bersifat internasional. Semua itu tentu ada hubungan kausalitas dengan sikap pemerintah dalam menuntaskan proses hukum dari perstiwa ini.''
Amidhan juga mengingatkan agar pemerintah jangan terlalu mudah menyebut munculnya masalah ini karena terjadinya miskomunikasi serta bersifat spontanitas. Terkait dengan pernyataan wakil presiden Jusuf Kalla, ia juga sangat menyayangkan karena terucap di saat waktu yang kurang pas. Meski sudah diklarifikasi oleh wapres namun Amidhan meminta semua pihak bisa bersikap bijak serta tidak memperkeruh suasana.
''Kejadian di Tolikara ini menjadi test case kepada umat Islam dan pemerintah. Khusus kepada pemerintah, saya meminta agar dilakukan proses hukum secara tuntas, transparan, dan obyektif. Jangan sampai dikurangi fakta-fakta yang ada.''