REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum pidana dari Univeristas Islam Indonesia (UII), Muzakir menyatakan rasa prihatinnya terhadap kasus penyuapan yang terjadi pada dunia penegak hukum, yakni antara advokat dan hakim peradilan.
"Kondisi ini harus diperbaiki dengan membersihkan seluruh penegak hukum dari tindakan atau keinginan melakukan penyuapan," ujarnya saat dihubungi Republika, Senin (20/7).
Muzakir menilai, upaya ini bisa dimulai dengan kodek etik. Artinya, tambah dia, kode etik advokat dan hakim harus lebih tegas. Sejauh ini, menurutnya sanksi terhadap pelanggar kode etik tidak sepenuhnya berjalan dengan baik.
Oleh sebab itu, ia menilai praktik penerapan sanksi para pelanggar harus benar-benar diterapkan dan lebih dipertegas lagi hukumannya. Terutama terhadap mereka yang melakukan suap menyuap dalam dunia peradilan.
Selain itu, Muzakir juga mengatakan, organisasi advokat dan hakim juga perlu memberikan pergerakannya untuk menaggulangi kondisi itu. Ia menyatakan, organisasi penegak hukum harus tegas menghadapi pihaknya yang melakukan kecurangan.
Menurut Muzakir, pengawasan lembaga atau organisasi itu penting untuk dilakukan. Sebab katanya, hal ini berkaitan dengan kredibilitas dari organisasi mereka. Terutama, lanjut dia, pada saat pihaknya melakukan penyuapan.
"Nama organisasi mereka jelas akan tercoreng," ucapnya.
Sebelumnya, penyidik KPK menangkap tiga hakim PTUN Medan berinisial TIR, AF dan DG di kantor institusi hukum itu, Kamis (9/7) sekitar pukul 11.00 WIB terkait kasus penyuapan dalam memenangkan putusan.
KPK juga menangkap panitera PTUN Medan berinisial SYR dan seorang pengacara GB dari Jakarta. Selain itu, KPK menyegel ruangan Ketua PTUN, ruangan Kepala Subpanitera PTUN dan sebuah lemari berukuran besar di ruangan hakim tersebut.