REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Banyak hikmah yang perlu diambil oleh berbagai pihak terkait pelarangan terhadap umat Islam Distrik Karubaga, Tolikara, Papua, melaksanakan ibadah shalat Idul Fitri pada Jumat (17/7) lalu. Apalagi pelarangan yang berujung dengan bentrok umat yang melarang pelaksanaan ibadah kaum Muslimin itu diikuti dengan pembakaran terhadap puluhan kios milik Muslim dan Masjid Baitul Muttaqin.
Menurut Ustadz Hasan Basri Tanjung, adanya kasus kekerasan terhadap umat Islam di Tolikara, Pemerintah termasuk Polri sedang diuji komitmen kebangsaannya dalam menjaga warga negara dari segala diskriminasi. “Ketika umat lain yang tertindas, pemerintah sigap dan cepat mengambil keputusan, karena takut tekanan dunia internasional. Tapi, jika umat Islam yang ditindas, sikap pemerintah cenderung lambat dan abai,” kata Hasan Basri Tanjung kepada Republika, Selasa (21/7).
Ketua Yayasan Dinamika Umat, Telaga Kahuripan, Bogor, Jawa Barat itu berpesan kepada umat Islam, khususnya di Tolikara sebagai minoritas agar cepat bangkit dari tekanan ini. “Jangan larut dalam duka, kuatkan barisan melawan kezaliman. Jangan balas dendam tapi tetap siaga menjaga diri dan agama,” tegas Hasan Basri yang juga dosen Universitas Djuanda (Unida) Bogor.
Selain itu, kata da'i yang aktif menulis itu, umat Islam harus bergerak membantu kaum Muslimin di Tolikara agar segera bisa membangun masjid yang lebih besar dan megah. "Mari kita bantu dana kepada Muslim Tolikara untuk membangun masjid yang lebih besar dan megah dengan cara menyalurkan dana melalui lembaga amil zakat nasional (Laznas)," tutur Hasan Basri.
Da'i yang sering menyelipkan pantun dalam ceramahnya itu mengemukakan, kasus kekerasan terhadap umat Islam di Tolikara menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia. 'Ini pelajaran berharga untuk kita semua. Salam perjuangan untuk saudaraku di Tolikara Papua,” ujar Ustadz Hasan Basri Tanjung.