REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Kantor-kantor pemerintahan di Malaysia telah menolak perempuan dengan rok terbuka masuk ke dalam gedung.
Aturan larangan perempuan memakai pakaian terbuka di gedung-gedung pemerintahan belum sepenuhnya diikuti sehingga penegakan ketat atas pakaian dilakukan.
Penolakan ini menghembuskan kekhawatiran tumbuhnya konservatisme di negara dengan minoritas non-Muslim besar tersebut. Apalagi Malaysia telah lama dikenal sebagai negara islam moderat.
Insiden itu beredar di media sosial dan mendapat tanggapan dari para aktivis.
"Mereka tidak dibayar untuk menjadi polisi fashion," kata aktivis hak Marina Mahathir yang sekaligus putri mantan Perdana Menteri Mahathir Mohamed.
Mantan PM Malaysia sendiri keberatan dengan langkah-langkah serupa selama 22 tahun kepemimpinannya. Ia menambahkan, insiden terbaru ini menunjukkan bahwa Malaysia mengalami kemunduran dan bertindak seperti Arab Saudi.
Pada Juni, pakaian ketat yang dikenakan pesenam nasional juga memicu protes karena dianggap terlalu provokatif.
Sementara itu, Ulama melihat penegakan ketat dari kode berpakaian sebagai tanda penghormatan kepada umat Islam, khususnya selama bulan suci Ramadhan saat puasa di siang hari membawa pahala.
"Jika seorang Muslim yang berpuasa melihat aurat wanita, maka itu hanya akan menghapus pahala mereka," kata seorang ulama, Harussani Zakaria.