REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Relawan Dompet Dhuafa Imam Alfaruq yang tengah mengunjungi Tolikara membenarkan memang terjadi proses pembakaran di sana, namun bukan pembakaran masjid melainkan ruko. Ia menjelaskan, mereka memang berniat untuk melakukan pembakaran tersebut, tapi mereka merasa bersalah juga atas apa yang mereka lakukan.
“Kalau niat membakar kios memang ada, yang jelas masyarakat distrik merasa bersalah melakukan pembakaran karena salah paham akhirnya mereka melampiaskannya di ruko itu,” kata Imam kepada Republika Online (ROL), Selasa (21/7).
Terkait pembakaran tersebut, Imam menyatakan tidak ada yang namanya pembakaran masjid di Tolikara. Menurutnya, masjid terbakar karena pembakaran yang dilakukan di kios-kios malah merambat ke masjid tersebut.
Saat itu, kata dia memang ada orang distrik membawa solar yang disiram-siramkan ke ruko milik warga. “Pembakarannya juga menggunakan kertas dan dinyalakan dengan korek api lalu merambat ku masid yang dekat dengan ruko,” ungkap Imam.
Mengenai pembakaran kios tersebut, Imam mengungkapkan kios yang dibakar bukan milik orang muslim saja namun ada juga milik orang nasrani. Menurutnya, dari 59 kios ada 15 kios di lokasi tersebut milik orang nasrani juga.
Diketahui, sebelumnya ada kesalahpahaman yang mengawali insiden di Tolikara sehingga masyarakat distrik juga merasa bersalah melampiaskan dengan pembakaran tersebut. Kesalahpahaman tersebut terkait surat Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) kepada Bupati setempat mengenai acara yang akan dilakukan jemaat GIDI berbarengan dengan shalat Idul Fitri 1436 H.
Dalam surat tersebut ada larangan tidak memperbolehkan umat muslim melaksanakan shalat namun Bupati memerintahkan untuk merevisi surat tersebut. GIDI akhirnya merevisi tapi tidak ada hitam di atas putih namun pihak kepolisian sudah terlanjur menyampaikan kepada umat muslim untuk memperbolehkan shalat Idul Fitri.
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement