REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat dunia Islam dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Anwar Abbas menilai Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama tidak perlu didorong terkait adanya insiden penyerangan terhadap masjid dan umat Islam di Tolikara Papua. Sebab negara sudah punya Undang-Undang yang kuat untuk menjamin kebebasan umat beragama termasuk yang mengatur sangsi terhadap adanya tindak kekerasan terhadap umat beragama di Indonesia.
“Dalam Pancasila sebaai falsafah bangsa, sila pertama sudah jelas, Ketuhanan yang Maha Esa. Dan dalam UU (pasal 28 E ayat 1) sudah dijelaskan setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, dan masih ada pasal-pasal lain yang juga kuat. Buat apa lagi UU perlindungan umat beragama,” kata Anwar kepada ROL, Rabu (22/7).
Terkait kerusuhan yang terjadi di Tolikara Papua Jumat (17/7) kemarin, kata Anwar adalah menyengkut izin pendirian rumah ibadah yang masih menjadi pro dan kontra dengan masyarakat setempat. Padahal dalam aturan mendirikan rumah ibadah di Indonesia kata Anwar sudah ada surat keputusan bersama tig menteri yang juga dirumuskan oleh pemimpin-pemimpin organisasi agama-agama di Indonesia.
Meski sudah ada surat keputusan bersama tiga menteri yang mengatur, Anwar menilai masih belum jelas sangsi terhadap pendirian rumah ibadah apabila tidak mendapatkan izin dari masyarakat setempat.
“Kalau menteri ingin membuat RUU, ya sangsinya dulu yang diperjelas. Karena aturan hukum dan juga sangsi hukum biar ada efek jera,” ujar Anwar.
Seperti diketahui, Kementerian Agama RI saat ini masih dalam tahap merancang UU tentang perlindungan umat beragama. Salah satu faktor pendorong RUU ini adalah karena masih sering ditemukan kasus diskriminasi terhadap umat beragama di Indonesia untuk menjalankan ibadah dan syariat sesuai ajaran agama yang dianutnya.