REPUBLIKA.CO.ID, TIMOR LESTE -- Mantan Presiden Timor Leste, Jose Ramos Horta mengatakan bahwa keinginan sebagian kalangan di Papua untuk lepas dari Indonesia tidak akan berhasil. Ia yakin Presiden Jokowi bisa mengatasi masalah di wilayah paling timur Indonesia itu.
"Saya tidak mempercayai itu," kata Ramos Horta dalam wawancara dengan ABC, ketika ditanya apakah Papua akan terpisah dari Indonesia.
"Tentu saja semua di dunia ini mungkin saja terjadi," katanya lagi, "Namun saya tidak akan mendukung kemungkinan hal tersebut terjadi."
"Papua adalah bagian tak terpisahkan dari Republik Indonesia," tegas Ramos Horta yang kini menjadi utusan khusus PBB untuk Guinea-Bissau baru-baru ini.
"Solusi bagi Papua Barat yang lebih baik, menghentikan pelanggaran hak asasi manusia, masalah ekonomi, masalah sosial warga di sana harus dilakukan dalam konteks kedaulatan Indonesia," tambahnya.
Pernyataan Ramos Horta ini berkenaan dengan usaha dari para pegiat pro kemerdekaan Papua Barat yang menghendaki wilayah itu memisahkan diri dari Republik Indonesia.
Dalam wawancara dengan wartawan ABC Stephanie Boltje tersebut, Ramos Horta juga mengatakan bahwa dia menaruh harapan besar bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo akan bisa meningkatkan kehidupan masyarakat di Papua.
"Dia sudah pernah ke sana, dia sudah berjanji akan menyelesaikan masalah di sana. Dia tidak memiliki latar belakang militer, dia tidak memiliki agenda militer. Kalau ada orang yang bisa menyelesaikan masalah di Papua, saya melihat Presiden Widodolah yang bisa melakukannya," tambah Horta.
"Saya juga mendesak kalangan elite di Papua untuk mengambil kesempatan ini, bekerjasama dengan presiden yang baru, guna membuat perubahan yang lebih baik antara Jakarta dan Papua," tambah Ramos Horta, Presiden Timor Leste periode 2007-2012.
Timor Leste sendiri merdeka di tahun 2002 menyusul adanya referendum di tahun 1999 dimana sebagian besar warga di sana memilih untuk merdeka dari Indonesia.
Dalam perkembangan internasional, pertemuan Melanesia Spearhead Grup (MSG) di Honiara beberapa waktu lalu menerima kehadiran Indonesia sebagai anggota. Pada saat yang sama Kelompok Pembebasan Papua Barat juga diterima namun dengan status sebagai pengamat.