REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Umat (Komat) untuk Tolikara mengeluarkan pernyataan sikap terkait penyerangan terhadap umat Islam di Tolikara, Papua. Komat yang terdiri dari gabungan beberapa organisasi dan aktivis Islam menyerukan 7 poin pernyataan sikap dengan tujuan memulihkan situasi dan kondisi di Tolikara.
Poin pertama yang surat pernyataan yang dibacakan Ketua Komat Bachtiar Nasir adalah menolak pihak-pihak yang menghambat masuknya bantuan dari lembaga-lembaga kemanusiaan resmi dalam rangka pemulihan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Tolikara.
"Karena kami ketahui saat ini ada pihak-pihak yang mencoba menghalangi penyaluran bantuan kepada umat Islam di Tolikara," kata Bachtiar, Kamis (23/7).
Kedua, kata Bachtiar, adalah meminta ormas dan elemen masyarakat secara bersama menyalurkan bantuannya secara terkoordinasi melalaui Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) dan Lembaga Amil Zakat Nasional (Laznas) yang dikoordinasikan oleh Forum Organisasi Zakat (Foz), agar pemulihan dan pembangunan perekonomian di Tolikara berjalan dengan efektif.
Ketiga, adalah mendorong pihak keamanan memberikan jaminan keamanan dan ketenangan bagi masyarakat Muslim di Tolikara dalam melaksanakan kehidupan sehari-hari, pascainsiden penyerangan Shalat Idul Fitri.
Keempat, Komat mendesak langkah hukum yang tegas, adil dan transparan terhadap aktor intelektual atau oknum-oknum yang terindikasi melakukan gerakan radikalisme, separatisme dan terorisme.
Kelima, Komat berharap agar masalah Tolikara dianggap sebagai masalah dalam negeri. Sebab mereka mengingatkan untuk mewaspadai adanya kepentingan asing atau pihak lain yang tidak bertanggung jawab terhadap kedaulatan NKRI.
"TNI dan Polri harus menindak unsur-unsur atau atribut yang mengarah pada keterlibatan pihak asing yang tidak bertanggung jawab," ujar Bachtiar.
Keenam, Komat mendorong semua pihak untuk mewujudkan kondisi damai dan toleransi di Tolikara. Dan terakhir adalah Komat mendukung Menteri Dalam Negeri untuk mencabut perda yang telah diakui oleh Bupati Tolikara tentang aturan pembatasan pembangunan rumah ibadah di Kabupaten Tolikara, karena bertentangan denga Undang-Undang Dasar dan tidak kondusif untuk toleransi dan kerukunan antar umat beragama khususnya di Tolikara.