REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ketua Ikatan Dai Indonesia (Ikadi), Ahmad Satori Ismail menilai produktivitas tim pemantau kaset pengajian tidak jelas. Ia menyarankan supaya penyelesaian atas masalah-masalah ekonomi dan pendidikan lebih diprioritaskan.
“Untuk apa melihat atau memantau pemutaran kaset-kaset di masjid. Kalau memantau saja tidak apa-apa, tapi sebenarnya kasihan melakukan sesuatu yang produktivitasnya tidak jelas,” kata Kiai Satori kepada ROL, Kamis (23/7).
Menurut Kiai Satori, kaset yang diputar di masjid cuma Alquran, adzan, atau radio umum yang di-relay dari masjid. Ia menilai tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Aktivitas pemantauan kaset pengajian ini kurang begitu besar manfaatnya.
Ia meyakinkan, sejauh ini ia tidak pernah mengetahui ada masjid-masjid yang menyiarkan sesuatu yang kurang baik. Alih-alih melakukan memantau kaset pengajian, menurut dia, bangsa ini memerlukan aktivitas-aktivitas yang mampu meningkatkan ekonomi, pendidikan, dan berbagai aspek kebangsaan.
Kiai Satori menambahkan, apa yang terjadi di Tolikara juga tidak berkaitan dengan speaker. Yang perlu diupayakan dari kasus Tolikara adalah mengokohkan toleransi antar umat beragama. Ia justru mengkhawatirkan adanya kelompok-kelompok yang berusaha memancing di air keruh atas insiden tersebut.
“Kita berjalan di Indonesia sudah dari tahun 1945 sampai sekarang. Selama ini belum pernah ada kejadian yang disebabkan speaker dari masjid,” kata Satori. Ia menambahkan, kalaupun ada orang yang terganggu dengan bunyi speaker lantaran sakit atau semacamnya, biasanya langsung bisa dikompromikan dengan masjid.