REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhamadiyah, Din Syamsuddin mensinyalir insiden di Tolikara, Papua, sengaja diciptakan oleh pihak ketiga yang ingin keamanan, kedamaian dan kerukunan umat beragama di Indonesia menjadi terkoyak.
"Tidak mustahil, peritiwa Tolikora ada pihak ketiga yang sengaja merekayasa dan tidak ingin Indonesia aman, damai dan rukun. Seperti yang saya dengar dari Kepala BIN, bahwa ini ujian Pemerintahan Jokowi-JK," katanya.
Din melanjutkan, ia sudah menyampaikan persoalan intoleransi dengan menggunakan isu suku, agama dan ras (SARA) kepada Presiden Jokowi, tepatnya dua hari sebelum lebaran. Saat menghadap presiden, dirinya meminta masalah keamanan betul-betul dijaga.
"Kami juga mengimbau, pihak-pihak yang melakukan rekayasa peristiwa-peristiwa berbau SARA segera menghentikan kebiasannya supaya negara stabil," ujarnya.
Selama ini, menurutnya wilayah Papua menjadi sasaran negara tertentu, termasuk negara tetangga, bahkan dirongrong melalui gerakan separatisme. Seharusnya, masalah ini menjadi penggerak seluruh bangsa Indonesia untuk bersatu melawan kekuatan-keuatan yang mengancam NKRI.
"Mari kita pertahankan NKRI, jangan sampai ada kekuatan asing yang masuk. Terkadang mereka masuk menumpang kelompok-kelompok agama tertentu. Kami juga berharap, pemerintah melalukan tindakan-tindakan preventif," tegasnya.
Ia juga mengapresiasi langkah Gereja Injili Indonesia yang telah meminta maaf kepada umat Islam. Hal ini sangat bagus, dan umat Islam harus menerimanya. "Tapi kita ingatkan, supaya peristiwa ini tidak terulang kembali," katanya.
Menurut dia, peristiwa Tolikora menunjukan ada masalah intoleransi di Indonesia. Artinya, ada masalah intoleransi yang mengatasnamakan agama. "Masalah intoleransi harua kita hadapi sebagai masalah bersama. Maka, umat beragama harus bersatu menghadapi persoalan intoleransi," ujarnya lagi.
Ia juga mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas peristiwa Tolikora. Kasus ini harus dilihat secara objektif, bahwa peristiwa itu adalah sebuah tindak kekerasan yang mengatasnamakan agama dan dilakukan oleh lembaga agama, bukan dilakukan orang per orang.
"Kami mendorong Kapolri menuntaskan kasus ini," ucapnya.