REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kasus penyerangan terhadap umat Muslim yang tengah melakukan shalat Idul Fitri 1436 H serta pembakaran kios milik umat Muslim dan Masjid Baitul Muttaqin di Tolikara, Papua, Jumat (17/7) mengusik keprihatinan banyak pihak.
Tak terkecuali organisasi mahasiswa nasional yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus yang terdiri dari HMI,PMKRI,GMNI,GMKI , PMII,IMM, KAMMI,KMHDI,dan HIKMAHBUDHI.
Mereka menilai, insiden Tolikara itu menyentak dan meninggalkan luka kebangsaan Indonesia. “Penyerangan dan pembakaran toko dan mushala oleh oknum tidak bertanggung jawab saat umat Muslim menunaikan ibadah shalat Idul Fitri, jelas adalah tindakan tidak beralasan, yang tidak dapat dibenarkan oleh siapapun,” bunyi siaran pers kelompok Cipayung Plus yang diterima Republika, Jumat (24/7).
Siaran pers itu juga menegaskan, persatuan nasional sebagai dasar kebangsaan Indonesia dalam menjaga harmonisasi dan toleransi jelas terusik. “Kita segenap warga bangsa harus sepakat untuk mengatakan bahwa tindakan demikian adalah tindakan yang tidak Pancasilais dan tidak menghargai serta menghormati perbedaan,” lanjut siaran pers tersebut.
Karena itu, terkait indisen Tolikara tersebut, Cipayung Plus mengeluarkan pernyataan sikap bersama. Hal itu sebagai langkah bersama dalam usaha untuk terus menjaga dan memelihara harmonisasi dan toleransi yang selama ini telah terjaga.
Pertama, mengecam pelaku penyerangan dan pembakaran yang terjadi di Tolikara tanggal 17/7/2015 lalu dan mendesak aparat keamanan untuk mengusut tuntas kasus ini.
Kedua, menghimbau kepada segenap warga bangsa untuk menahan diri dan tidak mudah terprovokasi untuk tidak melakukan aksi dalam bentuk apapun sebagai cara untuk menjaga agar situasi tetap terus terjaga baik dan kondusif.