REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Bayt Alquran dan Museum Istiqlal (BQMI) Hakim Syukrie mengatakan, ada perbedaan antara mushaf kuno yang dimiliki atau yang disumbangkan masyarakat atau warga biasa dengan mushaf yang dimiliki oleh keluarga atau keturunan kerajaan. Perbedaannya tertelak dari segi kerapian motif hias setiap naskah-naskah mushaf kuno tersebut.
“Kalau yang buat untuk keluarga kesultanan atau keratin, itu motif hiasannya sudah rapi, karena sudah dibuat dan ditulis oleh orang profesional,” kata Hakim di Gedung BQMI, di Komplek TMII, Jakarta Timur, Jumat (24/7).
Menurut Hakim, mushaf kuno yang dimiliki oleh masyarakat rata-rata dibuat oleh pesantren, apakah itu kiai atau santri-santri. Mushaf hasil karya pesantren ini banyak dibuat untuk tujuan pendidikan dan pembelajaran di pesantren. Untuk itu wajar bila ada banyak ditemukan kesalahan pada pengejaan, atau desain dan tulisan yang kurang rapi.
Namun, baik itu mushaf milik keluarga kerajaan ataupun milik pesantren, dinilai Hakim sama-sama punya arti penting bagi sejarah Islam di Nusantara. Sebab mushaf yang asli Indonesia menandakan bahwa Islam di Indonesia sudah berkembang dalam waktu yang cukup lama.