REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengharapkan arus urbanisasi selepas Lebaran jangan justru merugikan anak, seperti semakin banyaknya anak terlantar atau salah asuh.
"Sayangnya, tidak semua pendatang dari kampung yang ingin bekerja di kota besar memiliki 'skill' yang memadai. Tidak jarang dari mereka yang datang juga membawa keluarga dan anak, sementara pekerjaan belum tentu menjanjikan," kata Susanto, saat dihubungi dari Jakarta, Jumat (24/7).
Menurut dia, hal tersebut menjadi salah satu faktor pemicu anak terlantar dan anak putus sekolah di kota-kota besar. Alasannya, tanpa kemampuan cukup justru dapat menjadikan pendatang baru di kota menambah permasalahan sosial ekonomi, terutama bagi anak.
Dalam konteks ini, kata dia, negara harus hadir sehingga jangan sampai urbanisasi yang tidak terkelola dengan baik memicu jumlah anak terlantar, anak korban kekerasan, bahkan anak putus sekolah. Jangan sampai pula, hadirnya tenaga pengasuh nonskill juga memicu tingkat kekerasan terhadap anak.
Hampir sekitar 80 persen, lanjut dia, arus balik telah dan sedang berlangsung. Tidak sedikit para pemudik tampaknya juga membawa sanak saudara dan tetangga untuk mengubah nasib di kota-kota besar. Kondisi ini memicu laju urbanisasi yang cukup pesat.
Secara sosial-ekonomi, kota besar seperti Jakarta memang membutuhkan tenaga dari daerah. Meningkatnya kelas ekonomi menengah dan atas juga memicu permintaan tenaga pengasuh anak dan pembantu rumah tangga cukup tinggi.