REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gempa berkekuatan 5,7 pada Skala Richter yang terjadi di Tenggara Ciamis pada Sabtu (25/7) pagi, membuat warga di Kulon Progo, Yogyakarta, panik. Guncangan gempa mengagetkan warga yang saat itu tengah menunaikan Salat Subuh di Masjid Jami Kulon Progo, sekitar pukul 04.44.39 WIB.
"Getaran gempa sangat terasa saat warga hendak melaksanakan salat subuh, akibatnya jamaah berlarian keluar masjid. Ada yang baru dapat satu rakaat salat sunah khobliah subuh," ujar salah seorang warga.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho mengatakan gempa berkekuatan 5,7 pada Skala Richter (SR) yang menguncang wilayah Ciamis, pada Sabtu (25/7) pagi, tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Sutopo menjelaskan berdasarkan data dari BMKG, pusat gempa berada di Samudera Hindia dengan kedalaman 10 Km. Pusat gempa berada di 111 km Tenggara Ciamis-Jabar, 115 km Tenggara Cilacap-Jateng, 117 km Barat Daya Kebumen-Jateng, dan 147 km Barat Daya Yogyakarta.
"Gempa tidak berpotensi tsunami," tulisnya dalam keterangan yang diterima ROL.
Sutopo melanjutkan, Posko BNPB sudah mengkonfirmasi dampak gempa ke beberapa BPBD. Gempa dirasakan lemah, sedang hingga kuat oleh masyarakat di beberapa daerah oleh masyarakat di Tasikmalaya, Kota Ciamis, Cilacap, Kebumen, Purworejo, Purbalingga, Kota Yogyakarta, Gunungkidul, Bantul, Prambanan Klaten, Solo, Magelang, Wonogiri, Pacitan, dan Ponorogo.
"Gempa terasa kuat sekitar 10-15 detik di Tasikmalaya, Cilacap, Purbalingga, Kebumen, Gunungkidul dengan guncangan yang meliuk-liuk. Sebagian masyarakat berhamburan ke luar rumah dan berteriak gempa. Belum ada laporan kerusakan bangunan dan korban jiwa akibat gempa tersebut. BPBD masih melakukan pemantauan di daerahnya," jelasnya.
Ia menjelaskan, pusat gempa 5,7 SR bukan berada di jalur subduksi atau pertemuan lempeng Hindia Australia dan lempeng Eurasia, tetapi berada di sisi dalam lempeng Eurasia. Wilayah selatan Pulau Jawa adalah daerah rawan gempa dan tsunami. Aktifnya jalur subduksi tersebut bergerak rata-rata 5-7 cm per tahun ke arah Timur Laut-Utara.
"Potensi gempa maksimum di Jawa Megathrust di selatan Jawa sekitar 8,1 - 8,2 SR. Dari Selat Sunda hingga Bali sepanjang jalur Jawa Megthrust tersebut baru di selatan Pangandaran (7,8 SR, tahun 2006) dan selatan Banyuwangi (7,8 SR, 1994) yang pernah terjadi gempa besar dan tsunami dalam kurun waktu 165 tahun terakhir. Daerah lainnya tidak ada catatan sejarah gempa besar dan dinyatakan sebagai seismic gap," jelasnya.