Sabtu 25 Jul 2015 10:38 WIB
Masjid Dibakar

Larangan Azan di Tolikara Bentuk Perlunya Penegakan Toleransi

Rep: c30/ Red: Indah Wulandari
Said Aqil Siradj
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Said Aqil Siradj

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Salah satu pemicu insiden Tolikara, yakni pelarangan azan di masjid setempat. Hal ini dinilai sebagai poin utama untuk lebih menanamkan sikap toleransi antarumat beragama di kawasan tersebut.

“Jadi, kembali lagi pada mental masyarakatnya, menerima perbedaan dan toleran tidak,” ujar Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj, Jumat (24/7) kemarin.

Bagi yang terbiasa mendegarkan adan dan suara orang mengaji melalui speaker masjid, imbuhnya, tidak akan merasa terganggu. Seperti yang ia contohkan di Banyuwangi, Jawa Timur. Ada masjid yang justru berdampingan dengan klenteng milik  penganut kepercayaan Konghucu.

Masjid dan klenteng tersebut hanya dipisah oleh dinding pembatas mereka. Setiap kali speaker masjid mengumandangkan azan, tidak ada warga yang protes dan merasa tidak nyaman.

“Begitu juga yang terjadi di Tolikara. Dimana toleransi harus benar-benar berada pada posisi tinggi,” jelas Kiai Said.

Menurutnya, di dalam ajaran agama Islam sendiri dianjurkan untuk menghormati perbedaan agama. Lagi pula, tidak mungkin di dunia ini hanya ada satu agama.

Melihat keragaman yang ada di Indonesia bahkan dunia, ujar Kiai Said, seharusnya toleransi ini buka lagi sekadar kata-kata, namun sudah mendarah daging dalam diri setiap individu.

“Begitu juga dalam beragama, tentu setiap agama mengajarkan bagaimana pentingnya sebuah toleransi,” tegas Kiai Said.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement