Senin 27 Jul 2015 11:24 WIB

Industri Takaful GCC Bakal Hadapi Guncangan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Satya Festiani
Pak-Qatar Takaful
Pak-Qatar Takaful

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Perusahaan riset keuangan Standard & Poor’s memprediksi industri takaful Kawasan Teluk (GCC) akan menghadapi guncangan dengan perubahan regulasi yang masif 12 bulan ini.

Meski ditujukan untuk manfaat jangka panjang dari segi pengelolaan modal, likuiditas, dan tata kelola, perusahaan takaful rawan mengalami kenaikan biaya atas regulasi baru yang dikeluarkan pemerintah regional.

Beberapa regulasi di Oman mengharuskan peningkatan modal minimal dua kali lipat. Di Kuwait, aturan baru mengharuskan adanya aset likuid. Aturan solvabilitas di Uni Emirat Arab dan Bahrain juga diperketat.

S&P melihat perubahan ini akan memberi efek tekanan jangka pendek. Kenaikan biaya bisa terjadi, terlebih perusahaan takaful selama ini berjuang mengelola pengeluaran akibat skala ekonomi yang masih kecil.

Industri asuransi GCC termasuk sangat ramai dan kompetisi industri takaful juga tinggi. Asuransi di sana didominasi asuransi kesehatan dan proteksi kendaraan.

Lebih dari 70 perusahaan takaful di GCC berkompetisi untuk pendapatan premi hampir 10 miliar dolar AS yang 80 persennya berbasis di Arab Saudi.

''Menurut kami, perusahaan takaful belum memiliki produk khas yang berbeda dari konvensional. Ditambah basis konsumen yang sama, kompetisi makin menjadi,'' ungkap analis S&P Ali Karakuyu seperti dikutip Gulf News, Ahad (26/7).

Jikapun produk takaful berbeda dengan basis konsumen berbeda pula, industri takaful dinilai masih sulit tumbuh berkelanjutan.

Mayoritas negara-negara GCC mengubah aturan industri takaful dan mulai berlaku pada 2015 ini. Di Bahrain, selain pengetatatan solvabilitas, perusahaan takaful diwajibkan menambah modal tiap tahun.

Di UEA, baik asuransi konvensional maupun syariah, harus mengikuti standar baru solvabilitas, termasuk perhitungan modal dan menjalankan fungsi manajemen risiko serta portofolio investasi yang lebih terstruktur.

Di Oman, aturan baru melarang perusahaan konvensional menjual produk syariah. Qatar termasuk yang tidak banyak aturan di industri takaful.

Pertimbangan risiko diminta regulator Arab Saudi kepara perusahaan takaful dalam penentuan harga. Model ini memicu kenaikan harga lebih dari 10 persen di beberapa perusahaan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement