Selasa 28 Jul 2015 00:10 WIB

Pemerintah Diminta Siapkan Strategi Pilkada Tunggal

Rep: Agus Raharjo/ Red: Indira Rezkisari
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pelaksanaan pemilihan calon kepala daerah (pilkada) di beberapa daerah terancam hanya memunculkan satu pasangan calon. Dalam aturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) kalau hanya pasangan tunggal yang mendaftar, maka pendaftaran akan diundur selama 3 hari. Namun, jika dalam 3 hari kedua masih tetap satu pasangan calon, maka seluruh tahapan pilkada akan diundur hingga pelaksanaan di gelombang selanjutnya tahun 2017.

Wakil Ketua DPR RI, Taufik Kurniawan mengatakan, pemerintah harus mencari solusi pada masalah pelaksanaan pilkada serentak di 269 daerah ini. Seharusnya, pemerintah sudah belajar dari pelaksanaan pemilihan Kepala Desa yang lebih dulu dilakukan dibanding pilkada serentak. Dalam pilkades, kata Taufik, juga banyak bermunculan kasus calon tunggal dan calon boneka atau lawannya adalah ‘bumbung kosong.’

Jadi, seharusnya, Menteri Dalam Negeri melakukan antisipasi jangan sampai terjadi hanya ada 1 calon. “Apakah perlu penerbitan Perppu (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang) atau apa silakan dilakukan pemerintah,” kata Taufik di kompleks parlemen Senayan, Senin (27/7).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) itu menambahkan, yang paling penting, jangan sampai pelaksanaan pilkada ditunda hanya karena satu pasangan calon yang maju. Selain itu, pasangan tunggal jangan membuat proses demokrasi di Indonesia menjadi lemah. Misalnya, imbuh Taufik, dari ratusan ribu pemilih, jangan hanya seribu yang melaksanakan haknya untuk memilih calon kepala daerah hanya karena satu pasangan saja. Meskipun, setelah tahapan dilakukan seluruhnya, hal itu tidak melanggar hukum. Namun, legitimasi dari calon yang terpilih menjadi dipertanyakan.

Taufik mengatakan, Perppu ini harus menjadi kajian dari segala kemungkinan untuk menyelesaikan persoalan calon pasangan tunggal di pilkada. Pemerintah, terutama Mendagri harus cermat melihat kondisi dan situasi. Agar solusi yang dikeluarkan dapat secara cermat dilakukan. “Perppu ini kajian kemungkinan, kecermatan melihat kemungkinan hanya satu pasangan calon nantinya,” imbuh Taufik.

Sebelum masa reses DPR RI lalu, pimpinan DPR menerima hasil laporan audit kesiapan pilkada dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurut Taufik, rekomendasi dari BPK patut menjadi rambu-rambu bagi pelaksanaan pilkada. Langkah pertama yang perlu dilakukan pemerintah adalah jangan sampai terjadi ‘chaos’ atau kerusuhan di pelaksanaan pilkada.

Wakil Ketua DPR RI dari partai Gerindra, Fadli Zon menyarankan pemerintah harus menerima seluruh konsekuensi dari pelaksanaan pilkada serentak ini. Termasuk ada kemungkinan penundaan pilkada di beberapa daerah. Menurutnya, pemerintah tidak bisa merubah aturan yang sudah ada dengan mengeluarkan Perppu. Sebab, ini bagian dari konsekuensi dari pelaksanaan pilkada serentak yang sudah disepakati antara pemerintah dan DPR.

Soal kemungkinan calon boneka yang akan muncul, dalam aturan KPU memungkinkan calon tunggal untuk menciptakan calon boneka. Itu tidak melanggar hukum karena sesuai dengan aturan. Memang, imbuh dia, itu jadi konsekuensi buruk yang harus diterima pemerintah dengan melaksanakan pilkada serentak ini. “Kalau Perppu saya kira tidak bisa, pemerintah terima itu dengan segala kelebihan dan kekurangannya,” kata dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement