REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Sumatra Utara, Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti, mengklaim pernah mengingatkan pengcara OC Kaligis agar tidak perlu membawa perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumut pada 2012-2014 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Gatot menyampaikan hal tersebut didampingi istrinya, Evi Susanti, usai diperiksa oleh KPK selama sekitar 13 jam pada Senin (27/7) dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. "Nah, pernah saya dan istri saya di Jakarta saat itu istri saya justru mengingatkan kepada OC Kaligis bahwa tidak usah dilanjutkan ke PTUN," jelas Gatot.
Namun, meski tidak berniat kasus dilanjutkan ke PTUN, Evi mengaku kerap berkomunikasi dengan Gerry, anak buah Kaligis. "Hubungan saya dengan Gerry hanya untuk me-remind soal jadwal sidang apakah sidang berjalan atau tidak, ditunda atau tidak. Nah, rekaman sadapan itu diperdengarkan di pemeriksaan," kata Evi.
Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemprov Sumut, Ahmad Fuad Lubis dipanggil Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumut pada 2012-2014. Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa Kantor Pengacara Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang atau tidak. Dalam putusannya pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.
Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5.000 dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.
Selanjutnya, diketahui juga uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5.000 dolar Singapura. Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.
Komisi Pemberantasan Korupsi pun langsung menetapkan tiga hakim dan panitera PTUN Medan sebagai penerima suap serta Gerry sebagai pemberi suap. Selanjutnya, KPK juga menetapkan O.C. Kaligis sebagai pemberi suap dan menjemput paksa serta menahan mantan Ketua Mahkamah Partai NasDem pada tanggal 14 Juli 2015.