Selasa 28 Jul 2015 08:57 WIB

Bayaran Kaligis dari Uang Pribadi Istri Gatot

Red: Karta Raharja Ucu
Isteri Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho , Evi Susanti didampingi penasehat hukumnya saat akan menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai saksi dugaan suap PTUN Medan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (27/7).
Foto: Republika/Rakhmawaty La'lang
Isteri Gubernur Sumatera Utara, Gatot Pujo Nugroho , Evi Susanti didampingi penasehat hukumnya saat akan menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai saksi dugaan suap PTUN Medan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Evi Susanti, istri Gubernur Sumatra Utara (Sumut), Gatot Pujo Nugroho, menegaskan uang untuk membayar jasa pengacara senior Otto Cornelis Kaligis adalah uang pribadinya.

"Yang diberikan kepada OC Kaligis hanya seputar 'fee lawyer'. Anggarannya kami pribadi dan tidak besar, yaitu sekitar Rp50 juta," kata Evi dalam konferensi pers di Hotel JS Luwansa Jakarta, Selasa (28/7) dini hari.

Evi menyampaikan hal tersebut didampingi suaminya, Gatot Pujo Nugroho, usai diperiksa oleh KPK selama sekitar 13 jam dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan, Senin (27/7). "Jadi, saya pertama kali kenal O.C. Kaligis 14 tahun lalu," tambah Evi.

Artinya, Evi sudah lebih dahulu kenal Kaligis sebelum mengenal Gatot yang dikenalnya pada 2009 saat menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumut. Kaligis diketahui juga merupakan pengacara keluarga Gatot sejak dua tahun terakhir.

"Jadi begini, Pak Kaligis itu 'lawyer' Pak Gatot sebagai 'lawyer' selaku kepala pemerintahan. Nah, kami mengusulkan kepada Pak Fuad untuk memakai jasa OC Kaligis," jelas Evi.

Fuad yang dimaksud adalah mantan kepala biro keuangan Pemerintah Provinsi Sumut, Ahmad Fuad Lubis yang dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung RI terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumut pada 2012--2014. Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa Kantor Pengacara Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang atau tidak. Dalam putusannya pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun, pada 9 Juli 2015, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah O.C. Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5.000 dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya, diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Komisi Pemberantasan Korupsi pun langsung menetapkan tiga hakim dan panitera PTUN Medan sebagai penerima suap serta Gerry sebagai pemberi suap. Selanjutnya, KPK juga menetapkan Kaligis sebagai pemberi suap dan menjemput paksa serta menahan mantan Ketua Mahkamah Partai NasDem pada 14 Juli 2015.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement