Selasa 28 Jul 2015 09:19 WIB

Pasien Mengaku 'Ditahan', Ini Kronologi Versi RSUD Surabaya

Rep: Andi Nurroni/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Rumah sakit umum daerah/ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Rumah sakit umum daerah/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA — RSUD dr Soewandhie Surabaya melaporkan seorang  ibu dari pasiennya ke Polrestabes Surabaya, Ahad (26/7). Pihak RSUD dr Soewandhie menuding, Sumiyati, ibu dari pasien bernama Ella Priyanti telah melakukan fitnah dan pencemaran nama baik.

Langkah hukum ditempuh karena Sumiyati dianggap memberikan keterangan bohong melalui media massa tentang pelayanan di RSUD dr Soewandhie. Sebelumnya, Sumiyati mengadu kepada media massa bahwa RSUD dr Soewandhie telah menahan pasien atas nama Ella Priyanti karena kurang membayar biaya rumah sakit. Kejadian tersebut terjadi pada 20 Juli 2015 lalu.

Febria lantas memaparkan kronologis kasus pasien atas nama Ella Puriyanti tersebut. Dia menjelaskan, pasien tersebut masuk ke RSUD dr Soewandhie pada 20 Juli dengan keluhan pendarahan.

Pasien kemudian mendaftar dan memilih status sebagai pasien umum sejak masuk RSUD dr Soewandhie. Ia memaparkan, pasien bersedia masuk RS dengan menandatangani lembar persetujuan sebagai pasien umum dan ditanggung biaya oleh seseorang yang mengaku sebagai suaminya. Surat persetujuan tindakan medis juga ditandatangani oleh seseorang yang mengaku sebagai suami pasien tersebut.

Menurut Febria, karena keadaan kritis, operasi dilakukan pada hari itu juga (20 Juli 2015), untuk menyelamatkan nyawa pasien. Pasien membayar biaya sebesar Rp 1.608.000 untuk mengganti kantung darah dari PMI, obat-obatan dan tindakan di kamar bersalin.

Dia juga menyebut, pasien kemudian menyerahkan SKM ke rumah sakit pada 24 Juli 2015 dan pemberlakuan SKM sesuai tanggal yang tertera dalam SKM yaitu 22 Juli 2015. “Hal ini tidak sesuai dengan tanggal masuk pasien yaitu pada 20 Juli 2015 dan sesuai peraturan maka tanggal 20 Juli 2015 status pasien adalah sebagai pasien umum,” kata Febria.

Febria juga menyampaikan bahwa selama ini banyak pasien yang tertipu dengan oknum yang mengatasnamakan relawan, sehingga pasien yang beralih dari umum ke SKM harus mengeluarkan uang kepada oknum tersebut.  Dalam hal ini, ada oknum yang mengaku suami dari pasien yang bersangkutan  dan menyatakan menjamin seluruh pembiayaan pasien, namun setelah dicek lebih lanjut ternyata oknum tersebut bukan merupakan suami pasien dan yang bersangkutan tidak melakukan pembayaran sebagaimana disampaikan sebelumnya.

“Oleh karena itu, patut dipertanyakan motivasi pembayaran dari dan kepada siapa uang tersebut dibayarkan,” ujar Febria, yang juga Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya itu.

Dijelaskan Febria, Pemkot Surabaya dalam hal ini khususnya RSUD dr M Soewandhie justru sangat fleksibel dalam menangani keluarga miskin (gakin). Bila pasien memang keluarga miskin, menurut Febria, mereka diperbolehkan memilih status kepesertaan sebagai pasien rencana gakin, bukan memilih pasien umum tapi pada akhirnya pindah status kepesertaan.

Karena sebenarnya, ia menjelaskan, dalam formulir pendaftaran pasien sudah sangat jelas bahwa pasien tidak boleh beralih status kepesertaannya. “Semua warga negara punya hak yang sama termasuk petugas RS. Pasien maupun masyarakat, harus mematuhi aturan dan SOP yang ada di RS,” kata Febria.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement