Selasa 28 Jul 2015 10:53 WIB

'Jualan' Islam Moderat Lewat Sekolah Indonesia Luar Negeri

Umat Muslim melaksanakan shalat id di tepi rel kereta api di Mumbai, India, (18/7).
Foto: Reuters
Umat Muslim melaksanakan shalat id di tepi rel kereta api di Mumbai, India, (18/7).

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Husen Hasan Basri

Penangkalan Gerakan Negara Islam Irak Suriah atau ISIS sangat dibutuhkan kekuatan diplomasi. Menteri Luar Negeri Retno Lestari Priansari mengungkapkan, umat Islam dapat mengambil bagian dalam bentuk soft power (Republika, 31 Oktober 2014). Sumber soft power berupa budaya dan nilai menjadi tujuan dari soft diplomacy. Diplomasi ini menargetkan negara lain dan masyarakatnya terpikat oleh kebudayaan dan nilai suatu negara. 

Soft diplomacy berbeda dengan hard diplomacy yang lebih mengedepankan kekuatan politik dan militer dalam pencapaian kepentingan nasional sebuah negara. Negara Turki dengan institusi sekolah PASIAD (Pasifik Ulkeleri Sosyal  ve Iktisadi Dayanisma Denergi) dan Amerika dengan lembaga bahasa LIA dan American Corner-nya merupakan contoh negara-negara yang telah berhasil melakukan pendekatan soft diplomacy dalam hubungan internasional.

Pasca Reformasi, khusus pada masa Pemerintahan SBY, kebijakan politik luar negeri Indonesia lebih ditekankan pada pendekatan soft diplomacy dalam rangka  pembentukan dan pemeliharaan citra positif, reputasi yang baik dan kredibilitas negara Indonesia di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Budaya dan nilai Islam moderat yang dianut oleh penduduk mayoritas muslim di Indonesia merupakan modal dasar citra positif untuk misi soft diplomacy tersebut.

Seorang analis kebijakan politik luar negeri Indonesia, Rizal Sukma, memandang Indonesia menjadi model bagi hubungan Islam dan demokrasi. Menurutnya, salah satu variabel—selain konsolidasi demokrasi dan dampak nasionalisme internal-- dalam kebijakan luar negeri Indonesia adalah dimensi Islam (Tabloid Diplomasi, Maret 2012). Pendekatan diplomasi dengan cara menjual Islam moderat ini diapresiasi sekaligus diimplementasikan oleh semisal Lembaga  International Conference of Islamic Scholars (ICIS) dalam beberapa agenda internasionalnya (Tabloid Diplomasi, Februari 2012).

Diplomasi melalui “penjualan” Islam moderat ala Indonesia akan terwujud bila disandingkan dengan instrumen yang strategis, misalnya, melalui pendidikan di Sekolah Indonesia Luar Negeri (SILN). Selain sebagai tempat pembelajaran anak-anak Indonesia yang berada di luar negeri, sekolah-sekolah tersebut juga berperan penting untuk mengisi misi soft diplomacy Pemerintah Indonesia. 

Setiap SILN diwajibkan untuk menyelenggarakan pendidikan agama. Tidak sekedar menjalankan peraturan perundang-undangan, penyelenggaraan  pendidikan agama pada SILN sangat penting dalam posisinya sebagai bentuk sosialisasi dan enkulturasi budaya dan nilai sekolah yang bersangkutan sekaligus sebagai pantulan dari model keberagamaan bangsa Indonesia yang moderat.

selanjutnya..

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement