Selasa 28 Jul 2015 14:34 WIB

Relaksasi OJK Dorong Pertumbuhan Bisnis BTN

Rep: Binti Sholikah/ Red: Satya Festiani
Direktur Utama Bank BTN Maryono (kiri) didampingi jajaran direksi saat memaparkan kinerja Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk Semester I 2015 di Jakarta, Senin (27/7).
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Direktur Utama Bank BTN Maryono (kiri) didampingi jajaran direksi saat memaparkan kinerja Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk Semester I 2015 di Jakarta, Senin (27/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan 35 kebijakan yang bertujuan menciptakan stimulus bagi pertumbuhan perekonomian nasional. Hal itu dilakukan dengan menerbitkan dan menyesuaikan sejumlah peraturan di bidang perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank (IKNB).

Direktur Utama Bank Tabungan Negara (BTN) Maryono mengatakan, menyambut baik relaksasi yang dilakukan OJK khususnya di sektor perbankan. Maryono menyebut ada enam kebijakan yang bakal mendongkrak kinerja Bank BTN menjadi lebih baik.

Dari 12 kebijakan sektor perbankan, lanjutnya, ada enam kebijakan yang berpihak pada produk-produk di bidang perumahan, atau memberikan ukungan manfaat kemudahan BTN.

"Dari stimulus itu akan berdampak pada pertumbuhan kredit perseroan, perbaikan CAD, NPL, dan LDR dengan diturunkannya bobot risiko dalam menghitung ATMR," jelasnya dalam paparan kinerja semester I-2015 BTN di Jakarta, Senin (27/7).

Dia berharap, dengan adanya stimulus tersebut, kinerja BTN di semester II-2015 akan lebih baik dibanding semester pertama.

Maryono menambahkan, pengaruh kebijakan OJK secara value akan dihitung lagi. Namun, secara keseluruhan memberikan manfaat besar kepada BTN. Dia mencontokan, ATMR yang subsidi non program pemerintah hanya dihitung 35 persen padahal sebelunya bisa 75 persen kalau LTV-nya lebih rendah 10 persen. ATMR untuk KPR subsidi bisa dihitung nol persen kalau lembaga mendapat surat yang menyatakan dijamin pemerintah pusat.

Direktur Bank BTN Irman Alvian Zahiruddin menambahkan, perhitungan ATMR saat ini sedang dikaji. Dari sisi perumahan, dia menilai ATMR sudah baik perhitungannya dan sudah rendah. Kebijakan tersebut akan memberikan kesempatan bagi BTN untuk meningkatkan rasio kecukupan modal (CAR).

"Sampai akhir tahun nanti diperkirakan CAR di sekitar 15 persen. Ini memberikan kita kesempatan kita untuk growth di 2016 di posisi yang lebih baik," ujar Irman.

Maryono menyebutkan, enam kebijakan yang mendorong pertumbuhan bisnis BTN yakni, tagihan atau kredit yang dijamin pemerintah dikenakan bobot risiko nol persen dalam penghitungan ATMR. Kedua, penerapan penilaian prospek usaha sebagai salah satu persyaratan restrukturisasi kredit tanpa mempertimbangkan kondisi pasar maupun industri dari sektor usaha debitur. Ketiga, pelaksanaan restrukturisasi kredit sebelum terjadinya penurunan kualitas kredit.

Selanjutnya, penurunan bobot risiko kredit beragun rumah tinggal non program pemerintah ditetapkan sebesar 35 persen, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Kemudian, penurunan bobot risiko KPR Rumah Sehat Sejahtera (RSS) dalam rangka program Pemerintah ditetapkan sebesar 20 persen, tanpa mempertimbangkan nilai Loan To Value (LTV) dalam perhitungan ATMR untuk risiko kredit. Serta, penilaian kualitas kredit kepada satu debitur atau satu proyek hanya berdasarkan ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga dinaikkan dari paling tinggi Rp 1 miliar menjadi paling tinggi Rp 5 miliar hanya didasarkan atas ketepatan pembayaran pokok dan atau bunga.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement