Rabu 29 Jul 2015 07:00 WIB

Dakwah di Daerah Minoritas Muslim Perlu Perhatian Khusus

Wakil Sekretaris Baznas M Fuad Nasar (kanan).
Wakil Sekretaris Baznas M Fuad Nasar (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Umat Islam mendapatkan pelajaran berharga dari insiden Tolikara, Papua yang diharapkan tidak terulang di tempat lain. Pelajaran dari insiden Tolikara ialah menyangkut toleransi dan kerukunan umat beragama.

Wakil Sekretaris Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) M Fuad Nasar mengaku tertarik dengan pernyataan almarhum mantan pengurus PP Muhammadiyah Lukman Harun yang konteksnya masih relevan dengan insiden Tolikara.

"Pak Lukman mengatakan, 'Janganlah hanya umat Islam saja yang disuruh toleran, sekarang kalau orang bicara tentang toleransi seolah-olah hanya ditujukan pada umat Islam'. Toleransi dan kerukunan harus dibangun 'timbal balik' di antara semua umat beragama," kata Fuad dalam siaran pers kepada Republika, Rabu (29/7).

Menurut dia, permasalahan menyangkut relasi antarumat beragama harus disikapi dalam kerangka berpikir berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Negara harus mencegah dan menanggulangi tindakan kekerasan dan kerusuhan berlatar belakang suku, agama, ras dan antargolongan agar tidak menjadi kebiasaan di negara Indonesia.

"Pelajaran lainnya, tanggung jawab menciptakan kedamaian dan toleransi di Tolikara tidak hanya kewajiban pihak yang menjadi korban, tetapi terlebih pihak yang telah melakukan tindakan intoleransi terhadap pemeluk agama lain," kata Fuad.

Dari insiden Tolikara pula, lanjut dia, mengingatkan umat Islam agar lebih peduli dengan tantangan dan medan dakwah di pedalaman. Daerah pedalaman yang memiliki kekayaan sumber daya alam, seperti Papua, merupakan medan dakwah yang menarik dan menantang bagi siapa pun yang berpikir jangka panjang. Dakwah Islam di Papua masih tertinggal dibanding kegiatan misi agama lain, terutama sarana dan fasilitas pendukungnya.

"Sebagai contoh, misionaris asing memiliki pesawat terbang dan lapangan terbang untuk menjangkau wilayah yang sulit ditempuh dengan jalur darat. Menurut hemat saya, solidaritas umat Islam Indonesia untuk Tolikara tidak cukup sekedar reaksi sesaat dan setelah itu lenyap," ujar Fuad.

Menurut dia, perjuangan dakwah dalam barisan yang rapi, solid dan teratur membutuhkan konsistensi, yakni tidak boleh kendur karena tantangan dan ujian akan selalu ada. Kerjasama antarsesama elemen umat Islam harus senantiasa di kedepankan dalam berbagai situasi.

"Syukur alhamdulillah aksi kepedulian untuk Tolikara yang dideklarasikan pada 19 Juli 2015 di Jakarta, yaitu Komite Umat Untuk Tolikara (Komat) yang beranggotakan sejumlah aktivis Islam dan pengelola zakat, mendapat respon positif dari berbagai kalangan masyarakat dan pejabat negara."

Dia melanjutkan, kebutuhan dana pembangunan Masjid Baitul Muttaqin di Tolikara yang terbakar dalam waktu singkat telah terhimpun dalam jumlah yang memadai dari sumbangan masyarakat. Dengan demikian, diharapkan rehabilitasi Tolikara lebih cepat terealisasi, di samping bantuan yang dijanjikan pemerintah pusat.         

"Sinergi antarlembaga zakat dan filantropi Islam umumnya dalam kerangka penguatan dakwah tidak boleh berhenti di Tolikara. Selain Tolikara, masih banyak komunitas Muslim di pedalaman Provinsi Papua, Papua Barat dan provinsi lain yang minim dana untuk pembangunan masjid, sarana pendidikan, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan," kata Fuad.

"Saudara-saudara kita di pedalaman, daerah terpencil dan  minoritas muslim perlu mendapat perhatian khusus. Insiden Tolikara membawa hikmah, yaitu membuka mata dan menebar kepedulian," imbuhnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement