REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Dunia mengusulkan perlunya aturan baku mengenai standar konversi nilai mahasiswa lulusan luar negeri. Hal itu untuk mencegah kerugian bagi mahasiswa yang telah kembali ke Indonesia.
Upaya memperjuangkan lahirnya aturan dan pedoman tersebut dilakukan sembilan perwakilan PPI dari berbagai negara yang tergabung dalam PPI Dunia.
Mereka berasal dari PPI Australia, PPI Taiwan, PPI Belanda, PPI Malaysia, PPMI Arab Saudi, PPI Turki, PPI Filipina, PERMIRA Rusia, dan PPI Italia.
Pada Selasa (28/7), mereka menemui Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Ristek dan DIKTI (Belmawa DIKTI) Intan Ahmad didampingi Direktur Pembelajaran Paristiyanti Nurwardani serta staf Belmawa DIKTI lainnya.
Salah seorang di antaranya adalah Ahmad Almaududy Amri, Koordinator PPI Dunia periode 2014-2015, yang juga merupakan Ketua PPI Australia di periode yang sama.
Menurut Dudy, panggilan Ahmad Almaududy Amri kepada wartawan ABC L. Sastra Wijaya, masalah konversi nilai penting dilakukan karena nilai ijazah yang didapatkan dari luar negeri disalahartikan oleh instansi-instansi pemerintah atau rekruter dalam melamar kerja.
Ini disebabkan karena sistem penilaian di berbagai negara sebagai tujuan tempat belajar mahasiswa asal Indonesia berbeda-beda.
"Sebagai contoh di Indonesia memakai sistem nilai 0 sampai 4,0, sedangkan di Belanda sistem 1-10, Malaysia dan Taiwan 0-100 dengan standar universitas yang berbeda-beda," jelasnya.
"Bahkan di Turki ada dua model penilaian 0-4 dan 0-100," tambah Dudy yang sedang menempuh pendidikan doktoral di Universitas Wollongong.
Standar nilai tidak dapat dikonversi secara linear matematis, katanya, karena standar nilai di masing-masing negara unik dan mempunyai formula serta kriteria masing-masing.
"Di beberapa negara, apabila nilai dikonversi secara linear matematis, maka mahasiswa dapat dinilai kurang kompeten di dalam negeri sendiri padahal sudah sangat kompeten di luar negeri tersebut," tambah Dudy lagi.
Dudy menyampaikan SK Menteri Ristek dan DIKTI sangat diperlukan guna memberikan landasan hukum dalam mengeluarkan pedoman konversi nilai.
"Agar pedoman yang dikeluarkan oleh Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan efektif dan dapat dijadikan acuan oleh instansi lainnya, maka dibutuhkan sebuah endorsement dari pemerintah dalam hal ini melalui SK Menteri," ujar Dudy.
PPI Dunia, katanya, berkeinginan menuntaskan isu ini pada tahun 2015. Mereka akan membahas isu ini pada Simposium PPI Dunia yang diharapkan bisa dihadiri perwakilan pemerintah.
Menurut Dudy, dalam kesempatan itu Dirjen Intan Ahmad menjelaskan bahwa pihaknya mengapresiasi langkah PPI Dunia tersebut.
"Pihak Belmawa menyambut baik rencana untuk mendukung upaya konversi nilai. Namun pemerintah harus berhati-hati akan masalah kewenangan dalam mengonversi nilai. Jangan sampai kewenangan mengonversi tersebut dilakukan secara tidak semestinya," kata Dudy mengutip pernyataan Intan Ahmad.
Dirjen Intan menyarankan sebaiknya dibuatkan saja pedoman mengonversi nilai untuk umum maupun untuk instansi-instansi rekruter.